Oleh: Hersubeno Arief
Penyambutan Prabowo sangat berbeda dengan Jokowi. Dalam berbagai kegiatannya Jokowi sampai harus mengerahkan aparatur pemerintahan untuk hadir. Hal itu untuk menghindari terulangnya kembali bangku-bangku kosong dalam kegiatannya.
Capres Prabowo Subianto sudah berubah menjadi hantu. Dia menjadi “mahluk” yang menakutkan bagi lawan politiknya. Berbagai cara dilakukan untuk menghambat lajunya. Modusnya bermacam-macam. Mulai dari pembunuhan karakter, sampai menghalang-halangi berbagai kegiatannya.
Pelakunya mulai dari tim di lapangan diduga melibatkan oknum aparat keamanan, Tim Kampanye Nasional (TKN), sampai Jokowi sendiri. Kasus terbaru adalah adanya indikasi “sabotase” rencana Pidato Kebangsaan Prabowo di Bandung, Jabar.
Hari Kamis (7/3) Prabowo rencananya akan menggelar pidato kebangsaan. Namun karena bertepatan dengan libur nasional Hari Raya Nyepi, acara diundur Jumat (8/3). Semula acara tersebut akan digelar di gedung Sabuga ITB, namun panitia diberi tahu bahwa gedung tidak bisa digunakan karena tengah direnovasi.
Mereka kemudian menghubungi pengelola Gedung Olahraga (GOR) Arcamanik. Setelah mendapat informasi gedung bisa digunakan, panitia segera memesannya. Namun betapa terkejutnya mereka, ketika keesokan harinya melakukan pembayaran, pengelola gedung membatalkannya. Alasannya gedung tidak bisa digunakan untuk kegiatan politik.
Di medsos berkembang isu pembatalan penggunaaan GOR Arcamanik, karena adanya campur tangan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. GOR Arcamanik adalah aset dari Pemprov Jabar. Namun isu ini belum terkonfirmasi.
Akhirnya kegiatan dipindahkan ke kampus Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) dengan format studium generale. UKRI yang terletak di kawasan Lengkong, Bandung adalah universitas yang didirikan Prabowo.
Pengalaman serupa juga terjadi ketika Prabowo menggelar Pidato Kebangsaan di Yogya Rabu (27/2). Acara yang diprakarsai oleh sejumlah purnawirawan TNI yang tergabung dalam wadah Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya (PPIR) semula akan digelar di Jogyakarta Expo Center (JEC).
Panitia sudah mendapat kepastian Hall A JEC bisa digunakan. Tanggal 19 Februari, panitia melakukan rapat teknis dipimpin oleh mantan Gubernur Jateng Letjen TNI (Purn) Bibit Waluyo. Namun pada tanggal 20 Februari manajemen membatalkan dengan alasan mendapat tekanan dari berbagai pihak.
Mereka juga berdalih bahwa arena JEC tidak diperkenankan untuk kegiatan politik. Padahal pada tanggal 12 Februari di lokasi yang sama, yakni Graha Pradipta digunakan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Mereka menghadirkan Ketua Umum PSI Grace Natalie. Akhirnya Pidato Kebangsaan Prabowo dipindahkan ke gedung Pasific Hall, Yogyakarta.
Pemindahan lokasi acara Prabowo di Yogyakarta bukan untuk pertamakalinya. Pada 28 November 2018 digelar kegiatan Prabowo Menyapa Yogyakarta. Acara rencananya akan digelar di Monumen Diponegoro Tegalrejo. Monumen itu milik Korem 072 Pamungkas tetapi dikelola swasta. Ada pendopo dan beberapa home stay yang biasa disewakan untuk umum.
Ketika dilakukan survei lokasi, semuanya aman. Namun ketika uang muka akan dibayar, pengelola memberi tahu tahu bahwa Korem tidak mengizinkan. Alasannya untuk menjaga netralitas. Kegiatan akhirnya dipindahkan ke Sasana Hinggil Dwi Abad Alun Alun Kidul Yogyakarta.
Larangan kepada Prabowo bukan hanya untuk kegiatan resmi. Ketika dia hendak melaksanakan ibadah juga dihalang-halangi. Prabowo dilarang melaksanakan salat Jumat di Masjid Agung Kauman, Semarang (15/2).
Takmir masjid Kauman menolak kehadiran Prabowo dengan alasan tidak ingin dipolitisir. Namun karena tekanan publik dan media, Prabowo akhirnya tetap bisa melaksanakan salat Jumat di masjid yang bersejarah itu.
Efek bola salju
Mengapa kegiatan Prabowo harus dihambat? Kegiatan di Yogyakarta dlaksanakan hanya sehari setelah dia melakukan kunjungan monumental ke Madura.
Di Pesantren Bata-Bata, Pamekasan Prabowo disambut sangat luar biasa. Ratusan ribu santri dan warga Madura berduyun-duyun menyambutnya.
Video dan foto-foto Prabowo disambut lautan massa beredar luas di media massa konvensional dan media sosial. Laman viva.co.id sampai menurunkan judul : “Sambutan Madura untuk Prabowo Dalam Tangkapan Kamera, Bikin Merinding!”
Viva tidak berlebihan. Video dan foto-foto Prabowo di Madura bukan hanya bikin merinding, tapi juga bikin keder lawan politiknya.
Massa menyemut mengelu-elukan Prabowo hampir dalam setiap kunjungannya di berbagai daerah. Situasi serupa kembali terulang ketika Prabowo berkunjung ke Kota Medan. Ketika berkunjung ke Purbalingga, Jateng massa juga mengelu-elukannya. Begitu pula ketika berkunjung ke Ambon (28/12/2018) massa juga tumpah ruah menyambutnya.
Penyambutan Prabowo sangat berbeda dengan Jokowi. Dalam berbagai kegiatannya Jokowi sampai harus mengerahkan aparatur pemerintahan untuk hadir. Hal itu untuk menghindari terulangnya kembali bangku-bangku kosong dalam kegiatannya.
Membesarnya dukungan terhadap Prabowo ini sesungguhnya sudah diantisipasi oleh kubu petahana. Sudah sejak lama dilakukan operasi pembunuhan karakter. Mulai dari isu lama soal penculikan, anti Cina, didukung oleh kelompok radikal dan pengusung khilafah. Namun semuanya tidak mempan.
Dalam dua kali debat Jokowi menyerang Prabowo secara personal. Pada debat pertama Jokowi mempersoalkan adanya caleg mantan nara pidana korupsi di Gerindra. Pada debat kedua dia menyerang kepemilikan tanah Prabowo yang sangat luas di Kaltim dan Aceh.
Targetnya Prabowo digambarkan sebagai orang kaya yang serakah, namun pada saat bersamaan berteriak membela rakyat kecil. Pendiri Majalah Tempo Gunawan Moehammad menjadi salah satu buzzer Jokowi yang menggoreng isu ini di medsos.
Dua serangan itu mentah bahkan berbalik menyerang Jokowi. Terbukti data-data yang dimiliki Jokowi salah. Para pendukung Prabowo kian solid, dan militan. Hal itu tercermin dari eforia yang muncul dalam setiap kunjungannya ke berbagai daerah. Khusus untuk acara di Bandung, inkumen harus ekstra waspada. Di Bandung diperkirakan acara Prabowo akan meledak.
Jabar adalah kandang Prabowo. Pada Pilpres 2014 dia unggul atas Jokowi, dan pada Pilpres 2019 tampaknya akan kembali seperti itu. Kubu Jokowi mati-matian menggempur Jabar. Berbagai bantuan sosial digelontorkan. Jumlahnya terbesar di Indonesia. Jokowi juga paling banyak melakukan kunjungan ke Jabar dibandingkan provinsi lain.
Sejauh ini posisi pemilih Jabar belum goyah. Belum lama berselang ribuan bobotoh Persib Bandung meneriakkan yel-yel “Prabowo….Prabowo” ketika Gubernur Jabar Ridwan Kamil bersama istri tiba di Stadion Jalak Harupat, Bandung. Ridwan adalah tokoh yang dibesarkan Prabowo dan kini menyeberang menjadi pendukung Jokowi.
Eforia semacam ini harus segera dihentikan. Efek bola saljunya akan semakin membesar, bila dibiarkan. Inkumben dan aparat keamanan pasti sudah belajar banyak dari gerakan #2019GantiPresiden.
Gerakan yang dimotori oleh Neno Warisman itu disambut gegap gempita dimana-mana. Ketika gerakan ini terus melaju dan ada tanda-tanda bisa membahayakan Jokowi, segera diambil langkah keras untuk menghentikannya.
Neno Warisman dikepung di Bandara Pekanbaru setelah sebelumnya sejumlah preman melakukan provokasi (25/8/2018). Setelah itu gerakan tersebut mengempis bersamaan dengan pencalonan presiden.
Di Yogyakarta provokasi semacam itu tampaknya juga coba dilakukan. Namun gagal. Polisi melepas tembakan, dan situasi terkendali. Acara Pidato Kebangsaan Prabowo berlangsung lancar.
Sebagai kandidat resmi pilpres, Prabowo jelas tidak bisa diperlakukan sama dengan Neno. Namun bukan tidak mungkin modus yang sama kembali dicoba.
Bila setiap kali kegiatan Prabowo bisa dimunculkan “kerusuhan,” atas alasan keamanan dan ketertiban masyarakat, polisi bisa menghentikan kegiatan. Penguasa punya berbagai macam cara untuk melakukannya.