Hanya perlu waktu selang sehari, bola panas yang dilontarkan Presiden Jokowi soal Propaganda Rusia dan konsultan asing berbalik menyerangnya. Isu ini bila tidak cepat dan tepat ditangani oleh tim Jokowi, bisa menghancurkan narasi besar yang sedang mereka coba bangun, sekaligus membongkar strategi mereka.
Ketika bertemu dengan sejumlah pendukungnya di Solo, Ahad (3/2) Jokowi melancarkan tuduhan Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing. Mereka menerapkan strategi “Propaganda Rusia.”
“Seperti yang saya sampaikan, teori propaganda Rusia seperti itu. Semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoax sebanyak-banyaknya sehingga rakyat menjadi ragu. Memang teorinya seperti itu,” kata Jokowi.
Jokowi juga menyebut Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing. “Terus yang antek asing siapa? Jangan sampai kita disuguhi kebohongan yang terus-menerus. Rakyat kita sudah pintar, baik yang di kota atau di desa,” tambahnya.
Tuduhan ini sebenarnya juga sempat dilontarkan Jokowi ketika berkunjung ke kantor Harian Jawa Pos di Surabaya sehari sebelumnya.
Tak perlu menunggu terlalu lama, Kedubes Rusia di Jakarta langsung bereaksi. “Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas,” demikian pernyataan Kedubes Rusia untuk Indonesia melalui akun Twitter resmi mereka, Senin (4/2).
Kedubes Rusia menjelaskan bahwa istilah yang kini digunakan “oleh kekuatan-kekuatan politik tertentu di Indonesia” itu direkayasa oleh Amerika Serikat ketika pemilihan umum pada 2016 lalu.
Walau tidak menyebut nama seseorang, namun bantahan Kedubes itu jelas ditujukan kepada Jokowi. Dikemas dalam bahasa yang halus, bahasa diplomatis itu harus dipahami sebagai reaksi yang sangat keras. Tuduhan yang dilakukan oleh presiden bisa membahayakan hubungan diplomatik kedua negara.
Menyadari hal itu Jokowi kemudian menjelaskan bahwa istilah “Propaganda Rusia” itu dia dapatkan dari sebuah artikel di jurnal RAND Corporation. Lembaga kajian global yang berbasis di Santa Monica, California itu dalam salah satu jurnalnya pernah menurunkan artikel “The Russian “Firehose of Falsehood” Propaganda Model Why It Might Work and Options to Counter It.” Referensinya cukup keren juga.
Bersamaan tuduhan Jokowi, para buzzer Jokowi rame-rame memposting dan menjelaskan apa itu Firehose of Falsehood (FoF). Istilah yang cukup berat ini mereka jelaskan dalam sebuah grafis yang mudah dipahami. Mereka menyebut FoF dapat memecah belah bangsa.
Isu rasisme, agama, ultra nasionalisme terus dihembuskan dan dibakar. Ujung-ujungnya Indonesia bisa terpecah belah seperti Iraq dan Suriah. Sebuah wacana yang juga tak kalah menakutkan.
Kalau melihat pernyataan Jokowi dan kampanye yang massif di medsos, tuduhan ini tampaknya merupakan kampanye terencana. Kubu paslon 01 justru tengah melakukan propaganda name calling. Sebuah strategi propaganda memberi nama buruk. Tujuannya agar publik menolak apapun yang disampaikan Prabowo-Sandi, tanpa lebih dahulu mengecek faktanya.
Dalam bahasa Jawa kosakata yang mendekati adalah waton suloyo. Seenaknya sendiri. Yang penting beda. Kalau perlu bertengkar, ya dijabani.
Para jubir dan petinggi parpol pendukung paslon 01 secara massif selalu memberi label hoax kepada paslon 02. PSI misalnya pernah memberi “Kebohongan Award” kepada Prabowo-Sandi.
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli sudah menengarai operasi ini. Menurutnya kubu paslon 01 punya Standard Operating Procedure (SOP) dalam empat tahap :
Pertama, modal utamanya adalah ngotot. Meskipun tidak punya dan tidak didukung dengan data, harus tetap ngotot. Apapun risikonya.
Kedua, harus dimintakan apa saja data-data, dan fakta di lapangan dari mereka yang tidak mendukung Jokowi tersebut
Ketiga, kalo dijawab dengan diberikan data-data dan fakta yang merugikan Jokowi, maka data tersebut harus dibilang hoax. Jangan keluarkan kata apapun dalam menghadapi data-data dan fakta lapangan, kecuali cepat-cepat bilang HOAX
Keempat, kalo ngotot tidak kuat. Minta data-data dan fakta lapangan juga tidak kuat. Setelah itu dibilang HOAX juga tidak kuat, maka langkah selanjutnya adalah laporkan saja ke polisi.
Tuduhan Jokowi soal Propaganda Rusia tampaknya dimaksudkan untuk memberi pukulan pamungkas. Sayangnya kosa kata Rusia menjadi sangat sensitif ketika disampaikan oleh seorang kandidat yang juga presiden inkumben.
Di kalangan para pendukung Prabowo-Sandi tudingan Jokowi malah ditanggapi secara bercanda. Koordinator Jubir Dahnil Anhar Simanjuntak mengatakan mereka menggunakan strategi Bojong Koneng, bukan Rusia. Di Medsos kata-kata Propaganda Rusia juga dipelesetkan menjadi Propaganda Raisa. Nama terakhir mengacu pada penyanyi wanita populer yang sangat banyak penggemarnya.
Tudingan Antek Asing
Serangan balik terhadap Jokowi tidak hanya berhenti pada soal Propaganda Rusia. Juru bicara BPN Andre Rosiade menuntut penjelasan Jokowi benarkah justru dia menggunakan konsultan asing.
Andre mendasari permintaan klarifikasi karena adanya info Jokowi pernah menggunakan jasa konsultan politik top asal AS Stanley Greenberg. Dalam web www.Political-Strategist.com nama Jokowi masuk dalam daftar klien Greenberg dari berbagai penjuru dunia.
Nama Jokowi juga tercantum di situs Wikipedia sebagai klien Greenberg. Menariknya dalam data tentang Greenberg di laman Wikipedia, nama Jokowi saat ini sudah menghilang . Nama Jokowi tercantum sejak 17 Jan 2017. Namun terhitung tanggal 24 Nov 2018, nama Jokowi hilang.
Ketika ditelusuri jejak digital yang mengubah data di Wiki adalah pengguna tanpa nama ( anonymus user ). Lokasi pengguna tertera pada 6°10’27.8″S 106°49’45.8”E, atau berada di perkantoran sekitaran Monas. Jadi dapat dipastikan yang mengubah adalah seseorang yang berada di Jakarta. Mereka tidak ingin ada nama Jokowi disitu.
Tak jelas mengapa nama Jokowi harus “dihilangkan.” Penggunaan konsultan asing, sebenarnya biasa saja. Seharusnya tidak perlu disembunyikan bila tidak ada apa-apanya. Tidak juga harus dikait-kaitkan dengan label antek asing.
Isu Jokowi menggunakan jasa Greenberg sebenarnya sudah berembus lama. Pada Pilpres 2014 akun @Triomacan yang diketahui di kelola Raden Nuh Dkk sudah menyebutnya.
@Triomacan menyebut yang mendatangkan Greenberg adalah konglomerat James Riady. Greenberg dikenal sebagai konsultan top Partai Demokrat. Beberapa orang presiden asal Partai Demokrat seperti Clinton dan Obama adalah klien yang dibantunya hingga sukses.
Bersama Clinton, Greenberg disebut sebagai “Arkansas Connection” mengacu pada kota asal Clinton. Keluarga Riady dikenal sangat dekat dengan Clinton sejak dia menjadi jaksa agung dan kemudian gubernur negara bagian Arkansas.
Tidak ada bantahan resmi, baik dari Jokowi maupun James Riady. Hanya sempat muncul bantahan dari Prodjo, pendukung Jokowi.
Kini seiiring tuduhan Jokowi bahwa Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing dan Propganda Rusia, muncul permintaan klarifikasi dari anggota BPN Andre Rosiade. Benarkah justru Jokowi yang menggunakan konsultan asing?
Jokowi berkewajiban melakukan pembuktian terbalik. Bila Jokowi tidak bisa membuktikan sebaliknya, sulit untuk dihindari tudingan bahwa Jokowi menerapkan strategi name calling, “maling teriak maling.”
Penulis: Hersubeno Arief