Gorontalo, mimoza.tv – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Gorontalo, Dr. Supriyanto, SH, MH menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Bidang Kewaspadaan Pemilu Serentak Tahun 2019, dalam rangka pemantapan penyelenggaraan pemilu serentak Tahun 2019, di Hotel Claro Makasar, Selasa (12/2/19).
Rapat yang juga diikuti oleh Pangdam XIII Merdeka, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Gorontalo, KPU, Bawaslu, Bupati, Walikota, Ketua DPRD Kab/Kota, Kajari, Kapolres, Dandim, Danlanal dan stakeholder terkait se wilayah Indonesia Bagian Timur dengan menghadirkan beberapa narasumber yakni, Dirjen Pol Pum Kemandagri, Jamintel Kejaksaan Agung, Aster TNI, Asops Kapolri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI, BSSN, Dirjen Dukcapil, serta pihak terkait lainnya.
Dalam Rakornas tersebut Supriyanto menyampaikan bahwa problematika Disharmonisasi pasal 23 dan 24 Perbawaslu tentang Sentra Gakkumdu, dimana sesuai pasal 23 pada pokoknya adalah untuk menentukan adanya tindak pidana pemilu atau tidak atas laporan atau temuan, maka dilakukan pembahasan oleh Sentra Gakkumdu.
Dan jika hasil pembahasan tersebut disimpulkan ada tindak pidana pemilu, maka diteruskan penanganannya ke Penyidik dan seterusnya.
“Pada Pasal 24 Perbawaslu tersebut pada pokoknya Pengawas Pemilu melaksanakan rapat pleno untuk menentukan apakah temuan atau laporan tersebut akan ditingkatkan ke penyidikan atau dihentikan,” imbuh Kajari, seperti dikutip dari sulutgoonline.com.
Menurut Supriyanto, hal ini sangat berpotensi menimbulkan conflict of interest, karena jika sudah diputuskan dalam rapat pembahasan Sentra Gakkumdu naik ke penyidikan lalu dilakukan rapat pleno Bawaslu diputuskan dihentikan, maka akan terjadi pertentangan, sehingga dapat terjadi konflik norma.
“Oleh karena itu perlu dikaji kembali norma tersebut untuk mencari apa rasio legis dari pasal 24 tersebut,” tukas Supriyanto.
Dirinya pun menyarankan, agar membentuk wadah konsultasi terkait penyelenggaraan pemilu di setiap kabupaten/kota ataupun provinsi yang terdiri dari orang-orang yang benar-benar menguasai semua regulasi terkait pelaksanaan dan penyelenggaraan pemilu.
“Karena problem yang ada di masyarakat bahwa banyak masyarakat, partai politik, caleg, dan lain-lain yang belum mengetahui regulasi terkait penyelenggaraan pemilu. Sehingga apa yang dilakukan berpotensi menimbulkan permasalahan hukum,” pungkasnya.(luk)