Gorontalo, mimoza.tv
– Isu kekerasan terhadap perempuan hingga saat ini menjadi isu yang terus
diperbincangkan. Di Provinsi Gorontalo sendiri angka kasus kekerasan terhadap
perempuan fluktuatif. Tahun 2018 menyentuh angka 457 kasus. Hal ini diungkapkan
Pati Matara dari Women Institute For Research And Emprowerment Of Gorontalo
(WIRE-G) pada kegiatan Rembuk 1000 Perempuan, dalam rangka peringatan
International Women’s Day yang dirangkai dengan Yaumul Milad, Himpunan Mahasiswa
Jurusan Hukum Pidana Islam, IAIN Sultan Amai Gorontalo ke 4, yang digelar di IAIN
Sultan Amai Gorontalo, Jumat (22/3/2019).
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, angka tersebut sangat tinggi, bak fenomena gunung es. Terlihat sedikit, namun sebenarnya banyak juga yang tidak diketahui atau dilaporkan.
“Saya mengira relevansi agenda International Women’s Day ini adalah bagaimana kemudian HPI sebagai yang mengkaji hukum pidana islam, tetapi kedepan diskursus dan kajiannya mengarah kepada bagaimama kemudian pada konteks hukum pidana bisa berdiskusi tentang bagaimana efek pelaku terhadap kekerasan itu mendapat ganjaran. Dan efek jera yang kemudian bukan hanya setimpal. Karena tidak sedikit kekerasan dan pelecehan yang dilakukan terhadap perempuan itu, tidak mendapat hukuman,” jelas Matara.
Menurutnya, ini sangat penting untuk didiskursuskan, di kaji dan di diskusikan.
Dirinya berharap kegiatan diskusi tersebut menjadi wadah untuk mendiskusikan apa yang menjadi harapan kaum perempuan.
“Ada banyak perempuan dan anak-anak yang sampai hari ini sedang menanti apa kebijakan dann solusi penanganan kasus kekerasan yang dialaminya,” lanjut Matara.
Sementara itu Aristya Gani, dari Reskrim Polda Gorontalo mengungkapkan, saat ini punya konsep baru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Namanya Reskrim Rasa Baru. Rasa barunya adalah membeikan pelayanan terbuka kepada seluruh masyarakat,” jelas Aristya.
Namun saja menurut dia, untuk penanganan kasus masih ditemukan beberapa permasalahan. Dia mencontohkan, ada peristiwa cekcok salah satu rumah tangga. Dalam keadaan emosi sang istri melapor. Akan tetapi seiring waktu, sang istri sudah baikan dengan suami, dan tidak mau balik lagi ke kantor polisi.
“Padahal kami sudah punya langkah-langkah tersendiri untuk antisipasi hal tersebut,” tutur Aristya.
Dirinya berpesan, saat hendak melapor tuntaskan permasalahannya, meskiipun sudah baikan dengan pasangannya. Dan hal yang tak kalah penting juga adalah mengkonsultasikan permasalahannya dengan pihak penyidik.(luk)