Gorontalo, mimoza.tv – Pemecahan rekor pembentangan kain merah putih Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) yang digelar Pemerintah serta KNPI Provinsi Gorontalo pada hari Kamis (23/1/2020) kemarin, menuai ragam tanggapan. Dari yang pro hingga yang kontra.
Seperti penuturan Silvia Harun. Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kota Gorontalo ini menilai apa yang telah dilakukan oleh Pemda, patut di dukung. Namun saja kegiatan tersebut menurutnya bisa memberikan kontribusi positif bagi warga masyarakat Gorontalo.
“Peringatan Hari Patriotik ini kan setahun sekali. Maka diharapkan disetiap perayaan kegiatannya itu bisa memberikan efek positip bagi masyarakat,” kata Silvia, diwawancarai Kamis (23/1).
Dia berharap kegiatan tersebut kedepannya bisa ditingkatkan lagi.
“Misalnya tahun depan di bikin semacam festival, terus kegiatannya bukan seremonial saja, tapi ada juga semacam kegiatan ekonomi. Sehingga ini bisa jadi pendapatan buat warga,” jelasnya.
Di lain pihak, kegiatan ini menuai tanggapan kontra. Fitri Ahmad salah satunya. Guru di salah satu SD di Kabila Bone ini menilai kegiatan tersebut hanya hura-hura dan tidak memberi manfaat.
“Setelah rekornya yang katanya terpecahkan itu, apa manfaatnya bagi warga?. Lebih baik dana tersebut digunakan untuk kegiatan sosial dan bisa bermanfaat bagi masyarakat. Contoh, pengobatan massal gratis yang mengundang sekian ribu masyarakat. Syukur-syukur itu bisa pecah rekor. Tapi paling tidak bisa memberi manfaat bagi warga,” tutur Fitri.
Tanggapan yang sama juga disampaikan oleh Muis Djafar. Warga yang berdomisili di Dungingi ini berpendapat, apa yang digelar oleh pemda pada Peringatan Hari Patriotik ini hanya hambur-hambur uang saja.
Kata dia, pemerintah bayar pihak MURI, sementara rekor itu sendiri tidak berpengaruh pada kehidupan sosial di Gorontalo.
“Kalau saya apresiasi, itu memang bagus dan menarik. Tapi kenyataannya digelar semeriah mungkin, se hebob mungkin, daerah kita masih tetap masuk 5 besar termiskin. Bagaimana logikanya masuk daerah termiskin tapi bikin acara seperti itu,” ucap Muis.
Dirinya berharap kedepannya pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat ketimbang hal-hal yang demikian.
Tanggapan lainnya datang dari Fadli Ahmad. Pria yang bekerja di salah satu perusahaan swasta ini menganggap kegiatan pembentangan kain merah putih itu bukanlah pemecahan rekor MURI.
Pria yang berdomisili di Telaga Biru ini menilai. Sebenarnya untuk rekor pembentangan bendera terpanjang masih dipegang oleh daerah lain. Jadi apa yang dipecahkan pada kegiatan Kamis (23/1) kemarin itu belum memecahkan rekor sebelumnya.
“Rekor perentangan bendera merah putih terpanjang masih dipegang oleh daerah Madura. Panjangnya mencapai 7,5 Kilometer. Kalaupun konsepnya hanya perentangan kain merah putih sesuai dengan yang tertulis di piagam MURI itu, akan berlainan dengan informasi yang kami terima. Pada informasi itu jelas tertulis “Pengukiran rekor MURI, pengibaran bendera merah putih di jalan protokol”. Jadi mana yang betul?, Pengibaran bendera atau pengibaran kain merah putih?,” tandas Fadly.(luk)