Gorontalo, mimoza.tv – Tingginya angka rasio kredit di Provinsi Gorontalo pada tahun 2019 yang mencapai 300 persen dibandingklan dengan rasio kredit nasional yang hanya berada pada angka 98 persen, mendapat tanggapan dari kalangan ekonom.
Kepada wartawan mimoza.tv, Bobby Rantow Payu, S.Si, ME nengungkapkan, jika di satu sisi angka ini merupakan tingginya kepercayaan perbankan, di sisi lain hal ini merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan. Dimana, di satu saat kepercayaan yang diberikan oleh perbankan terhadap konsumen dalam artian kelompok rumah tangga ini, kalau tidak dibenahi dengan bijak, maka akan berdampak di jangka panjang.
“Jika kredit ini diberikan terhadap kelompok yang memiliki penghasilan tetap, kita asumsikan tidak ada perubahan signifikan dalam penghasilan, maka ini akan mempengaruhi daya beli di jangka panjang. Namun tidak menutup kemungkinan juga ada dari berbagai UMKM yang mengambil skin kredit konsumsi,” kata Dosen Ekonomi di Universitas Negeri Gorontalo (UNG) ini.
Dijelaskannya, dalam perbankan itu ada yang namanya skin kredit usaha, skin investasi, juga skin konsumsi. Banyak UMKM yang memanfaatkan porsi skin konsimsi.
“Kalau kredit yang sifatnya usaha itu biasanya dia diharuskan dengan banyak persyaratan seperti ijin usaha, SIUP dan lain sebagainya. Makanya banyak juga banyak UKM yang memanfaatkan skin konsumsi itu dikarenakan kemudahannya,” kata Bobby.
Disinggung soal jatah anggaran dari bank di Gorontalo yang tidak cukup untuk memenuhi permintaan para peminjam, bahkan sampai mendapatkan dananya dari luar daerah, mahasiswa Pasca Sarjana di Universitas Padjajaran tahun 2007 – 2009 ini menilai hal ini lebih megkhawatirkan lagi.
“Pertumbuhan konsumsi kita tinggi sekali, sementara kemampuan kita untuk mengakumulasi modal sangat rendah. Jadi permintaan untuk kredit tinggi, tapi simpannya rendah. Berarti Loan to Deposit Ratio atau LDR-nya tinggi sekali ini,” kata dia.
Jika hal ini terus terjadi, Bobby mengatakan hal ini akan sampai pada titik buble. Harga-harga akan naik, karena ditunjang oleh kemampuan daya beli oleh buble kredit. Biasanya tingginya LDR ini akan diikuti juga oleh Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah. Kalau NPL tinggi, maka ini yang sangat mengkhawatirkan.
“Jika sudah pada titik itu dan tidak ada upaya lain, maka yang akan terjadi adalah badai ekonomi di Gorontalo. Ini sudah sangat terjadi. Kita boleh liat, bandingkan harga properti di Gorontalo dengan daerah lain. Jauh sangat timpang sekali,” terang Bobby.(luk)