Gorontalo, mimoza.tv – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengambil sikap atas munculnya fatwa Salat Jumat dua gelombang dai masa new normal. Fatwa tersebut muncul dengan dasar kapasitas masjid yang dikurangi dari daya tamping mormal untuk pencegahan wabah corona.
Berdasarkan fatwah tersebut MUI Pusat menerbitkan ketetapan yang menyatakan solusi new normal bukan dengan mendirikan salat jumat secara bergelombang di satu tempat, namun melaksanakannya di lokasi lain yang memungkinkan.
Berikut ini isi Fatwa MUI Nomor 31 tahun 2020, tentang penyelenggaraan shalat jum’at dan jamaah untuk mencegah penularan wabah covid-19.
I. KETENTUAN HUKUM
A. Perenggangan Saf Saat Berjamaah
Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada shalat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah.
Shalat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah.
Untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah.
B. Pelaksanaan Shalat Jum’at
Pada dasarnya shalat Jum’at hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan.
Untuk mencegah penularan wabah Covid-19 maka penyelenggaraan shalat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf.
Jika jamaah shalat Jum’at tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh dilakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan shalat Jum’at berbilang), dengan menyelenggarakan shalat Jum’at di tempat lainnya seperti mushalla, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.
Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah shalat Jum’at dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan shalat Jum’at, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan shalat Jum’at sebagai berikut:
a. Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan Shalat Jum’at di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan shalat jum’at dengan model shift, dan pelaksanaan shalat Jum’at dengan model shift hukumnya sah.
b. Pendapat Kedua, jamaah melaksanakan shalat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan shalat Jum’at dengan model shift hukumnya tidak sah.
Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.
C. Penggunaan Masker Saat Shalat
Menggunakan masker yang menutup hidung saat shalat hukumnya boleh dan shalatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat shalat.
Menutup mulut saat shalat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar’iyyah. Karena itu, shalat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh.
II. REKOMENDASI
Pelaksanaan shalat Jumat dan jamaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudlu dari rumah, dan menjaga jarak aman.
Perlu memperpendek pelaksanaan khutbah Jum’at dan memilih bacaan surat al-Quran yang pendek saat Shalat.
Jamaah yang sedang sakit dianjurkan shalat di kediaman masing-masing.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Syawal 1441 H/4 Juni 2020 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Prof. DR. H. Hasanuddin AF
Ketua
DR. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA
Sekretaris
Mengetahui,
Dewan Pimpinan
Majelis Ulama Indonesia
Kh. Muhyiddin Junaedi, MA
Wakil Ketua Umum
DR. H. Anwar Abbas, MM, MAg
Sekretaris Jenderal