Gorontalo, mimoza.tv – Besarnya anggaran penanganan virus corona hingga Rp695,1 triliun dipertanyakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena masyarakat masih harus membayar sendiri biaya rapid test. Hal ini pun jadi beban baru pada masyarakat karena biayanya mahal.
Selain wakil rakyat, mahalnya biaya rapid test ini juga disoroti oleh Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis. Dirinya menilai, harusnya rapid test tersebut gratis, sehingga tidak memberatkan rakyat.
Dia mengatakan hal ini menjadi persoalan yang amat fundamental dalam penanganan Covid-19. Terlebih, pemerintah menganggarkan penanganan dengan uang rakyat yang sangat besar.
“Dengan anggaran besar yang dikeluarkan hampir Rp1000 triliun sekarang itu, ini menjadi prioritas kalau 270 juta penduduk kita di rapid test dengan harga Rp200 ribu, anggap harga dasar itu ya tidak sampai Rp40 triliun, nggak sampai Rp50 triliun kalau Rp300 ribu nggak sampai Rp50 triliun,” kata Kiai Cholil melansir merdeka.com.
Dengan dana itu, katanya, seharusnya pemerintah bisa mencegah PDP, ODP, maupun Orang Tanpa Gejala (OTG) melalui tes. Oleh karena itu, dia meminta, seharusnya pemerintah menggratiskan tes cepat itu.
“Bagaimana orang yang sudah 3 bulan tidak bekerja, balikin anaknya susah (dari pesantren), bukannya di sini pemerintah harus hadir. Nanti kalau ada satu orang nggak ketahuan karena nggak di tes kumpul di pesantren kan jadi kena semua.
Cholil mengaku memang sulit mencari yang gratis zaman sekarang. Namun, bukan berarti masyarakat yang harus menanggung seluruh beban persyaratan tes Covid-19. Di mana ia meminta, agar pemerintah dapat menggunakan APBN dengan sebaik-baiknya dalam memutus mata rantai virus ini.
“Kalau rumah sakit swasta ya harus bayar, tapi yang bayarin siapa? Bayar sendiri atau pakai APBN, jadi kalau rumah sakit memang harus dibayar untuk keperluan hubungan dengan operasionalnya, tapi persoalannya, kenapa itu dibebankan oleh masyarakat yang sudah ada APBN. Kan tinggal prioritas saja kalau rumah sakit berbisnis it’s oke asalkan masih wajar, hanya saja kenapa rakyat bayar sendiri, makan saja ada BLT-nya, yang ini fundamental tidak dibantu,” kesal kiai asal Jawa Timur itu.
Keluhan yang sama juga diungkapkan Ibrahim Jafar. Warga yang berdomisili di Kota Utara, Kota Gorontalo ini mengaku tidak bisa keluar daerah menemui keluarganya yang sakit. Hal ini dikarenakan ia harus menjalani rapid tes sebagai syarat untuk keluar daerah.
“Seharusnya pemerintah memberikan kelonggaran dengan menggratiskan rapid tes. Ataupun kalau itu harus bayar, maka ongkosnya jangan sampai memcekik leher warga. Kondisi ekonomi masyarakat sekarang ini lagi susah. Seharusnya pemerintah memberikan kebijakan yang tidak menyulitkan,” jelas Ibrahim.(luk)