Gorontalo, mimoza.tv – Sidang kasus dugaan korups mega proyek Gorontalo Outer Ring Road (GORR), hingga saat ini maraton digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Gorontalo.
Dalam proses persidangan tersebut, terdakwa Asri Wahyuni Banteng (AWB), tercatat sudah tiga kali membagikan surat catatan, tentang hal ikhwal pembangunan jalan lingkar luar Gorontalo, bahkan menyebut sejumlah nama pejabat yang turut terlibat dalam mega proyek tersebut.
Surat Pertama sentil nama Sekprov, Ibrahim, dan Sri Wahyuni Daeng Matona
Surat catatan AWB yang pertama kali diberikan kepada beberapa wartawan yakni pada bulan Januari 2021, tepatnya saat ia menjalani persidangan pada Senin (4/1/2021).
Di lembar pertama dari surat tersebut AWB menjelaskan, proses pembebasan lahan GORR telah dilaksanakan sejak tahun 2021 dengan berpedoman pada Perpres No 71 Tahun 2012 yang tahapannya meliputi:
- Tahapan Perencanaan tahun 29012
- Tahapan Persiapan tahun 2013.
- Tahapan Pelaksanaan tahun 2014 – 2017.
- Tahapan Penyerahan.
Asri menjelaskan, dirinya mulai bertugas sebagai Kepala Biro (Karo) Pemerintahan tertanggal 19 Juni 2014, menggantikan almarhum Ahmad Syaus.
Dengan adanya pergantian Karo Pemerintahan itu kata Asri, dilaksanakan juga pergantian atau perubahan anggota pelaksana pengadaan tanah oleh Kepala Kantor BPN Wilayah Gorontalo selaku Ketua Pelaksana.
“Pada saat itu tahapan untuk pengadaan tanah pembangunan jalan GORR sementara berproses tahapan pelaksanaan perencanaan dan tahapan persiapan dan awal tahapan pelaksanaan. Dalam pelaksanaan pengadaan tanah GORR itu saya tidak pernah mempunyai niat dan keinginan untuk melakukan tindakan korupsi. Saya juga tidak menerima dan mendapatkan keuntungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap tindakan korupsi tersebut,” tulis Asri.
Asri mengungkapkan juga, selama 40 hari terhitung mulai tanggal 29 September 2014, dirinya melaksanakan cuti ibadah haji, dimana saat itu juga ada kegiatan pelaksanaaan musyawarah penetapan bentuk ganti rugi dan pembayaran ganti rugi di beberapa desa di Kecamatan Telaga dan Telaga Biru.
“Pembayaran ganti rugi dilakukan oleh Sekretaris Daerah, ibu Winarni Monoarfa yang juga sebagai pengguna anggaran (PA). Pada saat itu dibentuk Tim Pendamping Panitia Pengadaan Tanah untuk pembangunan ruas jalan GORR di Provinsi Gorontalo. SK itu ditandatangani oleh ibu Winarni Monoarfa. Ketua tim adalah Asisten Bidang pemerintahan,” ungkap Asri.
Selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah Pembangunan GORR dirinya mengaku tidak melakukan inventarisasi dan identifikasi. Karena Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah Bapak Ir. Gabriel Triwibawa kepada Satgas A, Satgas B.
Dalam suratnya itu Asri menguraikan jugam seluruh anggota Satgas A – B adalah Pegawai BPN. Hasil pekerjaan Satgas A – B tidak diserahkan kepada saya tetapi kepada ketua pelaksana Pengadaan Tanah. Anggota-anggota Pelaksana pengadaan Tanah berasal dari unsure-unsur BPN, pihak Pemprov, unsur Pemda Kabupaten yang dilintasi jalan GORR, termasuk juga para Camat serta Kepala Desa/Lurah.
“Sebagai KPA saya didakwa tidak melakukan validasi dalam pemberian ganti kerugian. Dalam hal pengadaan lahan pemberian ganti kerugian berdasarkan validasi dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (Ka. BPN). Saya tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan sah atau tidaknya dokumen kepemilikan (SPPF). Validasi tersebut ditujukan kepada Sekretaris Daerah dan di disposisi ke Asisten Pemerintahan dan Asisten Adm Umum dan diteruskan ke Biro Pemerintahan. Di Biro Pemerintahan validasi tersebut akan diproses sesuai dengan mekanisme secara berjenjang oleh PPTK tahun 2014 olehIbrahim Utiarahman, dan tahun 2015 – 2016 oleh Sri Wahyuni Daeng Matona,” tutur mantan Karo Pemerintahan Provinsi Gorontalo ini.
Lebih lanjut dirinya menegaskan, proyek GORR tersebut merupakan program unggulan Provinsi Gorontalo, dan bukan merupakan programnya pribadi.
“Mengapa dari pihak Pemprov hanya saya yang menanggung semua akibat pekerjaan ini?. Dimana yang lainnya?. Ibu Prof Winarni Monoarfa juga turut melakukan pembayaran selama saya tidak melakukan tugas. Beliau juga harus turut bertanggung jawab. Jika saya sebagai anggota pelaksana pengadaan tanah dituntut untuk tanggung jawab, saya juga minta anggota yang lain yang tercantum dalam SK itu harus ikut bertanggungjawab juga,” tulis Asri.
Meski menilai ada kejanggalan, dalam surat pertama itu dirinya berharap dalam penyelesaian masalah ini bisa berjalan secara obyektif dan seadil-adilnya dengan menjunjung tinggi persamaan dihadapan hukum.
Surat ke dua, mekanisme pembayaran, hingga sentil nama Meyke Camaru
Pada persidangan hari Senin (11/1/2021), Asri kembali membagikan lembaran surat catatan kepada awak media. Dalam suratnya itu dirinya menjelaskan bahwa pelaksanaan pemberian ganti kerugian tanah GORR telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang ada di Pemprov Gorontalo. Verifikasi pemberian itu dilakukan oleh tim yang ada di Biro Pemerintahan, Biro Umum, dan Dinas Keuangan Provinsi Gorontalo.
Alurnya kata Asri, setelah validasi di terima oleh Biro Pemerintahan, PPTK pengadaan tanah GORR yang tahun 2014 dijabat Ibrahim Utiarahman, dan tahun 2016 dijabat Sri Wahyuni Daeng Matona, mempersiapkan kelengkapan dokumen pemilik lahan untuk pencairan yang di fotocoppy melalui Sekretaris pelaksana pengadaan Tanah, yang dijabat oleh Johni Tambani dan Kusno Katili.
“Penandatanganan kwitansi pembayaran oleh pemilik lahan atau yang dikuasakan, dilakukan di masing-masing kantor desa bersamaan dengan pelepasan hak. Setelah lengkap kwitansipembayaran yang dilampiri dengan dokumen tiap-tiap pemilik tanah diajukan ke Biro Umum untuk diverifikasi. Setelah diverifikasi oleh tim di Biro Umum, dikembalikan lagi di Biro Pemerintahan, selanjutnya diterbitkan SPM,” tulis Asri.
SPM bersama lampiran kwitansi serta kelengkapan berkas itu lanjut dia, diajukan di Dinas Keuangan Provinsi Gorontalo, untuk dilakukan verifikasi. Setelah melalui tahapan itu, selanjutnya diterbitkan SP2D di Dinas Keuangan.
SP2D ini kata AWB, ditandatangani oleh Bendahara Umum Daerah. Alurnya, SP2D itu dari Dinas Keuangan di bawa ke Bank BRI untuk dicairkan de masing-masing pemilik lahan.
“Mekanisme ini dilakukan juga saat awal pembayaran oleh ibu Prov Winarni Monoarfa,” kata dia dalam surat itu.
Dijelaskannya juga, Anggota Pelaksanaan Pengadaan Tanah (PPT) GORR tersebut terdiri dari unsur BPN, Pemprov Gorontalo, Pemkab, kecamatan. desa, serta kelurahan.
Beberapa nama dalam SK yang Asri cantumkan dalam catatan kedua itu diantaranya: Gabriel Triwibawa sebagai Ketua Pelaksanaan Pengadaan Tanah GORR. Firdaus SH, selaku Kabid Hak Tanah dan Pendapatan Tanah. Ir. Syatrian Himawan, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gorontalo.Jesse Kojongan, selaku kabag Pemerintahan Setda Kabupaten Gorontalo. Ridwan Yasin, selaku Kepala Biro Hukum Setda Prov Gorontalo. Sri Wahyuni Daeng Matona, selaku Kabag Adwil Setda Prov Gorontalo. Sukriyanto Ngabito, sebagai Fungsional Umum di Biro Pemerintahan, serta sederet nama camat serta kepala desa.
“Mengapa hanya saya sendiri yang dituntut untuk mempertanggungjawabkan tugas sebagai anggota PPT GORR?,” tanya Asri.
Dalam surat itu Asri mempertanyakan kepada Meyke Kamaru, Anggota DPRD Provinsi Gorontalo pada saat pertemuan dengan pihak Pemprov, sebelum dirinya ditahan.
“Ibu (red: Meyke Camaru) menyatakan, konstruksi hukum masalah ini kita upayakan hanya bertahan pada 4 orang tersangka saja. Jangan ada pengembangan,” tulis Asri.
Lebih lanjut dirinya menanyakan, apa maksud dari pernyataan politisi tersebut.
“Apa maksud pernyataan ibu tersebut? Siapa yang dilindungi? Apa saya harus tanggung jawab sendiri?” ungkap AWB dalam surat itu.
Redaksi teretanggal 26 Januari 2021, pukul 12.47 WITA menghubungi Meyke Kamaru di nomor ponsel 085 356 679 XXX. Saat di telepon, Anggota DPRD Provinsi Gorontalo ini dalam posisi tidak aktif. Upaya menghubungi Aleg Golkar ini melalui pesan aplikasi WhatsApp, tercentang dua namun belum dibaca.
Surat ke tiga Asri sebut sebut lagi nama Winarni Monoarfa, Ibrahim, dan Sri Wahyuni Daeng Matona
Pada sidang yang digelar Senin (1/2/2021), Asri kembali membagikan surat catatan kepada jurnalis yang meliput jalannya sidang kasus dugaan korupsi mega proyek jalan lingkar luar Gorontalo.
Dalam suratnya itu AWB menulis lagi tiga nama terkait kasus dugaan korupsi GORR itu masing-masing, Winarni Monoarfa, Ibrahim Utiarahman dan Sri Wahyuni Daeng Matona yang kini menjabat sebagai Karo Pemerintahan dan Kesejahteraan di lingkungan Pemprov Gorontalo.
Asri menjelaskan mekanisme pembayaran ganti rugi yang dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah, DR Ir. Hj Winarni Monoarfa, dimana kelengkapan Kelengkapan seluruh dokumen pendukung dikoordinir oleh PPTK (Pejabat Pelaksana Tehnis Kegiatan) tahun 2014 adalah Ibrahim Utiarahman dan tahun 2016 adalah Sri Wahyuni Daeng Matona.
PPTK juga kata dia, melakukan pemeriksaan kelengkapan administrasi yang mau dibayarkan, meneliti dokumen kelengkapan pembayaran.
“Setelah kembali dari cuti ibadah haji saya melaksanakan pembayaran ganti kerugian dengan mekanisme yang sama dilakukan oleh Sekretaris Daerah DR Ir. Hj Winarni Monoarfa, MS. Jika yang saya lakukan ini salah berarti juga Ibu DR Ir. Hj Winarni Monoarfa, MS. Melakukan kesalahan yang sama. Saya melihat ada keberpihakan. Kenapa hanya saya ditetapkan sebagai tersangka?. Apakah ini yang namanya keadilan?,” kata AWB dalam tulisan tangannya.
Diakhir tulisan itu dirinya mempertanyakan, apakah keadilan itu hanya untuk orang-orang yang dekat dengan kekuasaan dan memiliki jabatan.(red)