Gorontalo, mimoza.tv – Meski telah bertahun-tahun berlalu, namun saja kekecewaan Ridwan Samiden masih membekas terpancar dari raut wajahnya. Sorot matanya berkaca-kaca menyaksikan kandang kosong yang kondisinya kian rusak, saat wartawan ini menemuinya akhir pekan lalu.
Pria pemilik peternakan ayam yang berada di Desa Dumati, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo ini hingga kini belum menerima ganti rugi atas tanah dan usaha peternakan miliknya yang diserobot pemerintah untuk pembangunan jalan Gorontalo Outer Ring Road (GORR).
“Usaha ini kami rintis sejak 2010, dimana kami sekeluarga juga tinggal disekitar kandang. Selang beberapa tahun, tiba-tiba kami mendapat surat dari aparat desa. Dalam surat itu tidak ada informasi soal pembangunan jalan. Setelah kami mendatangi kantor desa, ternyata di surat itu isinya harga tanah. Pihak desa juga member tahu bahwa tanah kami kena pembangunan jalan GORR. Pihak desa mengatakan, jika uangnya tidak diambil, maka akan dititipkan di pengadilan,” kata Ridwan saat diwawancarai awak media ini.
Dirinya merasa heran, kala itu tidak ada pemberitahuan maupun pengukuran dari pihak pemerintah, tiba-tiba saja tanahnya seluas sekitar 30 meter persegi bersama isinya itu sudah ditentukan harganya.
“Datang kekandang, bilang Assalamualaikum saja tidak. Padahal saya dan istri kan hari hari di rumah. Tidak pernah didatangi tim appraisal. Tidak ada satu orang pun yang datang bertanya, kandangnya ukuran berapa, tanahnya ukuran berapa, tiba-tiba sudah ditentukan harga tanah dan isinya sekitar Rp 52 juta. Kandang ayam saya ini jumlahnya ada 6. Setiap satu kandang itu penghasilannya mencapai 4 juta per hari,” ucap Ridwan didampingi putrinya, Lia Samiden.
Tahun 2014 lanjut Ridwan, dirinya terpaksa mendatangi Polres Gorontalo untuk melaporkan pihak PU dan Pemprov Gorontalo lantaran melakukan penyerobotan dengan cara menebang pagar pembatas tanahnya. Buntut dari pelaporan tersebut kata dia membuahkan hasil. Pihak Pemprov mengganti rugi atas perusakan tersebut.
Namun saja usaha pemerintah untuk mendapatkan lahan itu ternyata tidak berhenti disitu saja. Tahun 2017 kata dia terjadi eksekusi lagi.
“Sebelum eksekusi itu saya mendatangi Pemprov Gorontalo, termasuk mendatangi Assisten 1 dan Assisten 2. Saya bolak balik mendatangi Pemprov. Ujung ujungnya waktu itu ibu Asri Banteng mengatakan “silahkan uangnya diambil di pengadilan”. Bahkan lantaran mereka katakan di lokasi itu tidak ada kandang, saya mendatangi DPRD Provinsi Gorontalo dan minta persoalan ini di hearing,” kata Ridwan.
Sebelum eksekusi itu dilaksanakan, sambung Ridwan, dirinya didatangi oleh kepala Biro Hukum yang kala itu dijabat oleh Ridwan Yasin. Sosok yang saat ini menjabat sebagai Sekda Kabupaten Gorontalo Utara tersebut membujuknya untuk tidak koar-koar lagi dan akan membayar ganti rugi.
“Pak Ridwan Yasin datang membujuk saya. Katanya ini akan di bayar. Bahkan saat itu saya dipeluk. Pak Ridwan Yasin bilang tidak usah koar-koar nanti pak Rusli Habibie akan datang membayar ganti rugi. Jadi saya sudah aman,” imbuhnya.
Saking senangnya, keesok harinya keluarganya pun mengadakan sukuran dengan mengajak keluarga serta pekerja di kandang.
“Saat mengadakan sukuran itu tiba-tiba saya lihat di kamera pengawas, sudah ada tiga alat berat, bersama aparat Pol PP dan kepolisian masuk ke lahan kami untuk melakukan eksekusi. Saya bersama istri berupaya menghadang. Kami tanyakan, mana surat putusan eksekusi. Tidak ada yang menjawab, Semuanya diam. Bahkan eksekusi sepihak itu menyebabkan ratusan ekor ayam saya mati, dan tidak ada pihak yang bertangggung jawab. Bahkan selesai kejadian itu saya diamankan di Polres Gorontalo, dan baru dikeluarkan malam hari oleh pengacara,” ungkap Ridwan.
Beberapa hari kemudian pasca eksekusi itu, Ridwan memagar kembali lahan miliknya. Dirinya beralasan, tanah beserta isinya itu masih miliknya.
“Setelah saya pagar, pemerintah mengeksekusi lagi. Akhirnya saya laporkan penyerobotan itu ke Polres Gorontalo. Hasilnya sampai sekarang tidak ada. Justru disitu ada interfensi. Ada surat disposisi yang saya pegang. Isinya, jangan terpengaruh dengan gugatan tersebut. Karena proyek jalan GORR ini adalah pekerjaan pemerintah,” tutur Ridwan.
Seiring berjalannya waktu kata dia, dengan adanya pekerjaan jalan GORR, ribuan ayam yang diternakkan mengalami stress, tidak berproduksi dan banyak yang mati. Sisa ayamnya terpaksa di jual.
Ridwan juga mengakuusahanya tersebut membutuhkan modal ratusan juta yang modalnya didapatinya dari fasilitas kredit di bank.
“Usaha ini rencananya saya wariskan kepada anak-anak saya. Kini bangkrut dan saya terlilit hutang di bank. Uang pembayaran itu hingga sekarang tidak saya ambil lantaran tidak ada kesepakatan antara saya sebagai pemilik tanah dengan pihak Pemprov Gorontalo. Bahkan hingga saat ini batang hidung mereka (baca: Pemprov Gorontalo) tidak pernah muncul untuk menyelesaikannya dengan baik,” pungkas Ridwan.(luk)