Gorontalo, mimoza.tv – Sidang dugaan korupsi pengadaan lahan proyek jalan Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dengan terdakwa Ibrahim, Farid Siradju (perkara Nomor 17), dan Asri Wahyuni Banteng (perkara Nomor 18) rutin digelar di pengadilan Tipikor Gorontalo.
Sejak sidang kasus ini mulai digelar pada Desember 2020 lalu, ada beberapa momen persidangan yang dirangkum oleh tim redaksi.
Pemeriksaan Saksi Tercepat
Pada sidang perkara Nomor 17 dengan terdakwa Farid Siradju dan Ibrahim, yang digelar pada Senin (8/2/2021) lalu, Jaksa Pemuntut Umum.(JPU) menghadirkan saksi, Weni Liputo.
Pemeriksaan terhadap mantan Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Dikbudpora) Provinsi Gorontalo tersebut tidak berlangsung lama, hanya sekitar 15 menit.
Selain Weni, Wali Kota Gorontalo Marten Taha dan Bupati Bone Bolango juga terbilang singkat, hanya sekitar 20 hingga 30 menit.
Sementara untuk saksi yang terlama diperiksa dalan sidang tersebut menurut tim redaksi adalah Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Paris Yusuf dan Sekda Prov. Gorontalo, Darda Daraba.
Momen Paling Banyak Bilang Tidak Tau dan Lupa.
Selama pemeriksaan saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi GORR, ada juga momen paling banyak bilang “tidak tau” dan “lupa”.
Persidangan digelar pada Senin (1/2/2021), Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Gorontalo, Cecep Dudi Muklis Sabingin geram dengan Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Gorontalo, Darda Daraba yang menjadi saksi di sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dengan terdakwa Ibrahim dan Farid Siradju.
Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Paris Yusuf, saat menjadi saksi di sidang dugaan korupsi GORR. Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Gorontalo, Darda Daraba saat menjadi saksi di sidang kasus dugaan korupsi pembebasan lahan jalan GORR dengan terdakwa Ibrahim dan Farid Siradju, Senin (1/2/2021).
Cecep mempertanyakan mengapa pertanyaan yang diajukan oleh JPU semua tidak diketahui dan bahkan dijawab lupa oleh Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Gorontalo tersebut. Bahkan hakim juga mengingatkan alumni Lemhanas ini, jangan sampai memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar. Karena dalam persidangan ini saksi di sumpah.
Selain Darda, momen “tidak tau” juga diungkapkan oleh Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Paris Yusuf. Pada sidang di hari dan tanggal yang sama dengan Darda, Paris mengaku tidak mengetahui berapa biaya yang disetujui untuk pembangunan lahan GORR tersebut.
Bahkan saat dicerca pertanyaan oleh majelis, “Apakah tanah negara bisa diganti rugi, bisa dibebaskan?, Paris hanya menjawab “Saya Lupa”.
Selain kedua pejabat tersebut, momen lupa dan tidak tau juga diungkapkan oleh beberapa kepala desa yang turut jadi saksi dalam persidangan beberapa waktu yang lalu.
Momen Sidang Ditunda Lantaran terdakwa terlambat, Saksi Tidak Hadir
Sidang lanjutan kasus GORR dengan terdakwa Farid Siradju dan Ibrahim urung digelar pada Senin (22/2/2021). Ditundanya sidang tersebut lantaran keterlambatan kedatangan kedua terdakwa ke persidangan, serta tidak hadirnya Gubernur Gorontalo, Rusli Habibi dalam persidangan. Ketidakhadiran Rusli dalam sidang saat itu bertepatan dengan dirinya tengah mengikuti serangkaian agenda kerja ke sejumlah daerah.
Momen Sidang Terkesan Istimewa
Meski Juru Bicara PN Gorontalo, Irwanto, membantah ada perlakuan istimewa terhadap Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie yang hadir sebagai saksi pada persidangan yang digelar pada Senin (8/3/2021), namun saja ada penilaian dari masyarakat, bahwa pada sidang perkara Nomor 17 itu terkesan istimewa.
Istimewa menurut warga yang selalu mengikuti jalannya sidang adalah dengan adanya kebijakan rapid anti gen yang diwajibkan bagi orang yang akan menghadiri persidangan, serta adanya pengamanan yang lebih, dibandingkan dari persidangan-persidangan sebelumnya.
Rapid anti gen itu menurut warga seharusnya hanya bagi yang bepergian saja. Tidak perlu sebagai syarat untuk masuk menghadiri sidang.
Meski ada sisi positifnya rapid anti gen itu, warga juga menilai aneh, kebijakan itu hanya ada saat Rusli Habibie menjadi saksi. Sementara pejabat lainnya tidak diberlakukan.
Padahal pada sidang sebelumnya juga ada Ketua DPRD serta Sekda Provinsi Gorontalo, Sekda Gorontalo Utara. Juga ada Wali Kota Gorontalo dan Bupati Bone Bolango, serta pejabat lainnya yang tidak ada pemberlakuan rapid anti gen serta pengamanan lebih banyak.
Momen Dikeluarkan Dari Ruang Majelis
Selama sidang kasus GORR juga, ada momen orang yang diperkenankan untuk keluar dari ruang sidang oleh majelis hakim. Momen itu terjadi pada sidang perkara Nomor 18, dengan terdakwa Asri Wahyuni Banteng, dengan saksi yang dihadirkan oleh JPU, yaitu Rusli Habibie, Idris Rahim, serta Gabriel Triwibawa.
Dalam persidangan tersebut hakim memperkenankan keluar salah seorang aparat keamanan lantara membawa senjata api. Selain itu ada juga seorang pengunjug sidang disuruh keluar oleh majelis.
Dalam tata tertib persidangan tertuang sejumlah aturan yang harus dipatuhi oleh semua orang. Aturan itu diantaranya, harus duduk tertib dan sopan, tidak membawa makan dan minum, merokok, serta aktifitas yang bisa mengganggu jalannya sidang.
Siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak, alat serta benda yang membahayakan keamanan sidang.
Aturan lainnya adalah, siapapun di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat Pengadilan dan tidak mentaati Tata Tertib Persidangan, dan setelah Hakim Ketua Sidang memberi peringatan, masih tetap melanggar Tata Tertib tersebut, maka atas perintah Hakim Ketua Sidang, yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang dan apabila pelanggaran tata tertib dimaksud bersifat suatu tindakan pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya.(red)