Gorontalo, mimoza.tv – Majelis Hakim Pengadilan Toindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Gorontalo pada hari Selasa (27/4/2021) telah menjatuhkan vonis bersalah atas tiga orang terdakwa masing-masing, Ibrahim ST, Farid Siradju, dan Asri Wahyuni Banteng (AWB).
Ibrahim ST dan Farid Siradju dari Tim Appraisal diganjar penjara 3 tahun 6 bulan. Sementara AWB sendiri yang merupakan satu-satunya birokrat Pemerintah Provinsi Gorontalo, selaku Kuasa pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek jalan lingkar luar Gorontalo tersebut diganjar dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.
Layak dan pantaskan mereka menerima ganjaran atas kasus proyek pembebasan lahan yang berbanderol miliaran rupiah tersebut?. Kita simpan dulu jawaban atas pertanyaan tersebut, meskipun rumor yang beredar di masyarakat ada yang menyebut sudah pantas, tidak pantas, hanya korban, bahkan ada pihak yang bilang hanya jadi kambing hitam.
Namun, terlepas dari ketiganya akan menggunakan haknya atau tidak dalam upaya hukum lainnya (banding maupun kasasi) nanti, ada beberapa hal yang masih mengundang tanya dan tidak terungkap tuntas dalam penyelesaian perkara proyek yang dibangga-banggakan Pemprov Gorontalo tersebut.
Mendakwa Adanya Dobol Pembayaran
Pada sidang perkara dengan terdakwa AWB pada Kamis (11/3/2021), Anto Widi Nugroho selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus tersebut mengungkap adanya pembayaran ganti rugi lahan dengan perhitungan kurang lebih 117 juta rupiah untuk lahan seluas 2 meter persegi, serta adanya pembayaran ganda terhadap satu bidang tanah.
Sayangnya, hingga majelis hakim memvonis ke tiga terdakwa bersalah, JPU tidak bisa menguatkan dakwaannya dengan menghadirkan pihak dari bank.
Mengutip apa yang disampaikan oleh Ahmad Benyamin Danial selaku Penasehat Hukum (PH) dari terdakwa Ibrahim dan Farid Siradju saat diwwancarai awak media, seharusnya pihak JPU menghadirkan pihak perbankan, agar jelas masalah tudingan pembayaran dobol tersebut.
Caranya cukup sederhana, hanya dengan mencetak ulang rekening PYB yang bersangkutan, untuk memastikan apakah benar memang ada pembayaran ganda atau tidak. Apakah sudah benar nomor rekening dan orang yang berhak menerima ganti rugi.
Jangan sampai kata dia, ada nama yang terdaftar dalam daftar nominatif, tapi orangnya tidak ada. Sebab kata dia, kasus pembebasan lahan itu selalu begitu, ada daftar nominatif hantu.
Bantahan terhadap tudingan JPU juga pernah disampaikan oleh Arsad Enga, pria 63 tahun yang berdomisili di Desa Bionga, Kabupaten Gorontalo. Arsyad merupakan satu dari 4 orang saksi yang dihadirkan oleh JPU saat sidang yang digelar pada Senin (15/3/2021) dengan terdakwa Ibrahim ST dan Farid Siradju. Dalam persidangan Arsyad mengaku, proses pembayaran lahan liliknya seluas sekitar 700 meter itu hanya sekali.
Kala itu JPU mengatakan ada pembayaran ganda. Namun dirinya bersikeras, saat itu yang dia ketahui hanya satu kali saja. (red)
Bersambung