Oleh: Funco Tanipu
Charlotta adalah seorang pembantu rumah tangga di film tersebut. Karakkternya suka bergosip, menguping pembicaraan orang, hingga manas-manasi hubungan orang sampai retak.
Di Gorontalo, nama Charlotta diganti menjadi Karlota. Karlota menjadi bagian dari suku kata yang tidak resmi dalam bahasa lokal. Karlota biasa diartikan sebuah aktifitas yang suka melakukan gosip atau karakter orang yang suka gosip.
Biasanya, dari aktifitas karlota akan banyak data dan informasi yang tak perna muncul di media yang mainstream. Karlota bisa disebut sebagai media anti mainstream. Walaupun informasi dan data dari aktifitas karlota perlu untuk diverifikasi.
Sebagai salah satu daerah yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi, penting untuk mengaktifkan karlota sebagai modal sosial. Karlota bisa ditransformasi menjadi aktifitas pengawasan, monitoring dan evaluasi terkait pengelolaan keuangan.
Hari ini memang banyak instrumen pengawasan, tetapi efektifitasnya masih kurang maksimal. Prosedur pengawasan normatif sering tidak bisa menjangkau data yang lebih rinci dam detail.
Pengaktifan karlota sebagai instrumen pengawasan menjadi relevan dengan model whistle blower yang kini sedang dikembangkan.
Kekuatan karlota juga akan ditunjang dengan kecepatan dan kekuatan word of mouth yang dimiliki masyarakat Gorontalo. Dulu, saat media sosial belum ada, isu Gola sangat cepat bergulir dari ujung barat hingga ke timur Gorontalo.
Pertalian karlota + word of mouth + digital akan menghasilkan energi pengawasan terhadap tata kelola pemerintahan. Asalkan, karlota mesti ditransformasi menjadi energi yang positif, dalam rangka menjamin tercapainya prinsip governance : transparansi, partisipatif dan akuntabilitas.