Gorontalo, mimoza.tv – Sidang pencemaran nama baik antara Rusli Habibie selaku korban, dan Adhan Dambea sebagai terdakwa kembali dilanjutkan di PN TIPIKOR dan Hubungan Industrial Gorontalo, Rabu (6/7/2022). Sidang kali ini masih mendengarkan keterangan dari Denden Imanudin Soleh, salah satu saksi ahli dari Tim Penyusun UU 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik di Kementerian Komunikasi dan Informasi RI.
Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim Denden menjelaskan masalah Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri, dimana, jika ada laporan pencemaran nama baik yang terkait dengan korupsi dan bahkan telah dilaporkan terlebih dahulu, maka laporan soal korupsi itu yang didahulukan.
“Laporan korusinya yang didahulukan, agar berimbang. Kalau terbukti maka tidak ada pencemaran nama baik. Sebaliknya jika tidak, baru itu pencemaran nama baiknya di proses,” ujar Denden.
Begitu juga kata dia ketika ditanya soal penerapan Pasal 45 UU ITE, dimana setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan, atau dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1).
“Yang mendistribusi dan yang mentransmisi ini adalah wartawan,” singkatnya.
Menanggapi keterangan ahli dalam persidangan itu, Ketua Tim Pembela Hak Imunitas (TPHI) AD, Bathin Tomayahu mengatakan, apa yang disampaikan oleh ahi UU ITE itu mematahkan apa yang disampaikan oleh Prof Mudzakir, yang telah dihadirkan dan dimintai keterangannua sebagai saksi ahli dalam sidang pekan sebelumnya.
“Kalau saksi ahli (baca : Dr. Mudzakir) di sidang sebelumnya tidak mengakui soal SKB 3 Menteri tersebut. Bahkan beliau hanya menjelaskan menurut berpendapat sendiri tanpa ada dasar-dasar hukum. Tapi saksi ahli UU ITE tadi jelas menyebutkan di persidangan bahwa harus didahulukan laporan korupsinya lalu pencemaran nama baik,” ujar Bathin.
Dalam sidang itu lanjut dia, saksi ahli juga diingatkan untuk tidak menggunakan analogi.
“Tadi ahli katakan yang mendistibusi dan mentransmisi itu wartawan. Klien kami ini kena di membuat dapat di akses. Tapi ketika hakim bertanya, apakah itu ada di atud dalam undang-undang, saksi mengatakan itu hanya analogi. Hakim katakan lagi, semua ahli pidana tidak dibolehkan menggunakan analogi dalam hukum pidana, karena itu akan membuat bias semua aturan,” ujar Bathin.
Se tali tiga uang dengan Bathin, Adhan Dambea menilai, apa yang disampaikan saksi ahli dalam persidangan itu sangat netral. Netral yang dimaksud Anggota DPRD Provinsi Gorontalo ini adalah tidak memihak kepada kedua belah pihak.
“Justeru ahli ini menjelaskan sesuai dengan keahlian dan keilmuannya. Jadi tidak berpihak ke siapa pun. Saya selaku terdakwa bersama tim pengacara sangat memahami apa yang ahli sampaikan tadi,” kata Adhan.
Mantan Wali Kota Gorontalo ini menambahkan, sidang selanjutnya pada pekan depan, ia bersama timnya akan menghadirkan 3 saksi ahli masing-masing ahli pidana, ahli ITE, dan ahli pers.
Sebelumnya perkara pemcemaran nama baik ini berawal dari pernyataan Adhan Dambea di salah satu media daring. Di media itu Adhan menyebut diduga ada dana hibah sebesar Rp 53 miliar yang raib dari APBD-P tahun 2019. Dana tersebut diduga digunakan oleh Rusli Habibie untuk melakukan serangan fajar pada Pileg 2019. Adhan juga menyentil soal pemberitaan di Majalah Tempo “Transaksi Lancung Proyek Belah Gunung” yang menguraikan soal terjadinya transfer dana yang tidak jelas ke rekening Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
Pewarta : Lukman.