Gorontalo, mimoza.tv – Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo mengatakan, dirinya sangat setuju dengan langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo yang membatalkan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN, untuk pengembangan pembangunan Rumah Sakit Hasri Ainun Habibie.
Menurutnya, mungkin saja Pemprov Gorontalo punya pertimbangan lain sehingga tidak meneruskan niatnya untuk menggunakan pinjaman dana PEN tersebut.
Kata Adhan, dana PEN ini bukan bantuan. Melainkan pinjaman dari pemerintah pusat yang nantinya akan di potong lewat Dana Alokasi Umum (DAU) Pemprov Gorontalo. Jika Pemprov ada sikap untuk menolak itu, tentu punya pertimbangan.
“Pertimbangan pertama mungkin ada potensi hukum disitu sehingga pemprov tidak mau ambil resiko. Kalau dia bermasalah hukum, maka bukan anggota dewan yang akan berhadapan dengan aparat penegak hukum, tetapi Pemerintah Daerah” ucap Adhan diwawancarai Sabtu ( 8/10/2022).
Olehnya Adhan mengaku, dirinya merasa heran dengan sikap Ketua Komisi III DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili yang ngotot. Sementara hal yang mendesak yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah alat kesehatan (Alkes) seperti TC Scan dan sebagainya.
“Saya kurang sependapat dengan Thomas Mopili yang selalu mengatasnamakan rakyat. Pertanyaannya, rakyat yang mana?. Yang pasti rakyat tidak tahu menahu soal ini. Kalau bicara kepentingan rakyat itu ya Alkes. Bukan bangunannya. Kalau bangunan itu boleh dibangun bertahap menggunakan APBD. Mumpung ada pinjaman dana PEN, maka sebaiknya diperuntukkan untuk Alkes. Dan itu lebih menyentuh ke kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Makanya kata Aleg Dapik Kota Gorontalo ini, jangan karena sudah menjadi wakil rakyat lantas semuanya bicara atas nama rakyat.
“Tolong di pilah-pilah yang atas nama rakyat ini apa. Jangan karena kepentingan pribadi lantas mengatasnamakan rakyat, itu sangat keliru,” ujarnya.
Politisi PAN ini mengatakan, jika tak salah informasi, pembangunan RS Ainun Habibie tersebut menelan biaya sekitar Rp. 150 miliar. Jika itu dipaksakan dan pembangunannya dimulai dari sekarang hingga sampai 31 Desember 2022, maka waktu pekerjaannya sekitar 3 bulan. Dan jika di rata-ratakan kontraktornya mampu menyerap anggaran sekitar Rp. 30 miliar per buolan, maka dana tersebut masih akan tersisa dan bahkan menjadi beban APBD.
“Sementara urusan-urusan lain di Gorontalo ini bukan hanya rumah sakit saja. Ada persoalan-persoalan lainnya seperti pendidikan, pertanian, masalah sosial yang butuh sentuhan APBD. Apakah anggaran hanya dihabiskan di rumah sakit?. Jadi apa yang sudah menjadi pertimbangan pemerintah itu saya kira sudah tepat sekali. Rumah sakit itu memang perlu. Tstapi di kabupaten dan kota juga kana da rumah sakit juga. Kalau bisa saya katakan, pembangunan rumah sakit ini hanya cari nama saja. Bukan kepentingan rakyat belaka,” tutup Adhan.
Sebelumnya, dalam video tiktok yang diunggah oleh akun go.net1, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili, atas nama rakyat mengaku kecewa dengan tidak optimisnya Pemprov Gorontalo terhadap pembangunan RS Ainun Habibie. Bahkan dalam video berdurasi 8 menit tersebut politisi Partai Golkar tersebut tidak mengerti, apakah Pemprov yang saat ini dinahkodai oleh Penjabat Hamkah Hendra Noer tersebut apakah mau menciptakan leadership tersendiri.
Sementara apa yang telah di gagas oleh pemerintahan sebelumnya oleh Rusli Habibie, yang menurutnya telah susah payah menghadirkan rumah sakit yang representative di Provinsi Gorontalo, hari ini pupus seolah-olah tidak ada bekas.
Pewarta : Lukman.