Gorontalo, mimoza.tv – Selain dianggap dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan, kehadiran aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Gorontalo Mineral jika dilihat dari sisi norma hukum diduga melanggar sejumlah regulasi tentang pertambangan yang telah ditetapkan. Apa lagi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang ada di Kabupaten Bone Bolango itu sudah sekitar lebih dari 15 tahun dikelola oleh masyarakat setempat.
Penolakan terhadap anak perusahaan Bumi Resources Mineras Tbk ini juga sebelumnya sudah disuarakan oleh warga. Alasanya adalah ancaman terhadap lingkungan dan sumber daya alam, dan model eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut adalah model pertambangan terbuka atau open pit. Yakni menggali mineral deposit pada batuan, mirip yang dilakukan oleh PT Freport Indonesia.
Selain LSM Jaman, sebelumnya juga banyak masyarakat yang meminta Pemprov Gorontalo dan Pemkab Bone Bolango untuk mengevaluasi bahkan menutup aktivitas yang dilakukan oleh Gorontalo Mineral. Apalagi seterti yang mimoza.tv kutip dari mongtabay.co.id, sistim yang digunakan oleh perusahaan tersebut masih memakai sistim yang lama yakni kontrak karya. Seharusnya perusahaan itu menggunakan izin khusus pertambangan khusus atau IUPK, atau seluruh izin kontrak karya berubah menjadi IUPK.
Gorontalo Mineral Harus Angkat Kaki
Adhan Dambea ketika masih menjabat Wali Kota Gorontalo pada tahun 2009 silam pernah melayangkan surat ke pihak Gorontalo Mineral agar angkat kaki dari Gorontalo. Kala itu Adhan menilai, kehadiran perusahaan tersebut menjadi ancaman bagi warganya.
Masih mengutip sumber yang sama, sosok yang saat ini menjadi Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Dapil Kota Gorontalo ini menilai kehadiran Gorontalo Mineral dapat membawa bencana dan bahkan bisa menenggelamkan Gorontalo.
Alasan Adhan ada benarnya. Jika terjadi hujan lebat di wilayah Bone Bolango, maka Kota Gorontalo yang paling banyak merasakan dampaknya.
Selain Adhan, pada 2013 silam juga Bupoati Bone Bolango, Hamim Pou pernah 3 kali melayangkan surat ke Gorontalo Mineral. Hal itu dia lakukan karena tambang itu berpotensi menimbulkan konflik lantaran bersinggungan dengan tambang rakyat yang sudah ada sejak tahun 1991.
Namun Hamim tidak bisa berbuat banyak lantaran ada sentralisasi perizinan pertambangan antara pemerintah provinsi dan pusat. Kata Hamim, posisi Bone Bolango hanya sebagai lokasi. Sementara kewenangannya ada di pemerintah pusat.
Kini Perusahaan Pertambangan itu bakal digugat oleh LSM Jaman. Melalui kuasa hukumnya, Romy Pakaya, SH, rencananya gugatan akan didaftarkan Senin (2/1/2023) di Pengadilan Negeri Kota Gorontalo. Bukan hanya meminta pencabutan ijin, namun LSM Jaman juga meminta pengadilan untuk menghentikan sementara aktifitas pertambangan selama gugatan berlangsung hingga adanya putusan incrah pengadilan.
Sementara itu, Jurubicara Pengadilan Negeri Kota Gorontalo, Bayu Lesmana mengatakan, jalur gugatan yang dilakukan oleh LSM Jaman sudah sesuai norma hukum yang berlaku.
“Namun seperti apa nanti hasilnya kita lihat nanti,” singkat Bayu. (red)