Gorontalo, mimoza.tv – Rasa-rasanya jenuh perjalanan sejauh kurang lebih 52 kilometer dari Legian itu terobati ketika rombongan awak media memasuki wilayah Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Kiri kanan sepanjang Jalan IR Soekarno itu tampak asri, dan nyaris tidak melihat sampah yang menumpuk atau tercecer di sepanjang jalan.
Demikian juga ketika rombongan melintas di pasar tradisional yang juga terlihat begitu asri di pandang. Meski aktivitas berangsur sepi, namun nyaris hampir tidak bisa ditemukan adanya sampah yang menumpuk. Kondisi ini diaminkan oleh sang Kepala Desa, I Made Widana, bersama Sekretaris Desa, Sang Made Putra juga staf dan perangkat desa.
I Made Widana mengaku, tidak muda mengubah pola dan tingkah laku sekitar 11 ribu warga Desa Tampaksiring dalam hal sampah. Namun berkat tekad dan kegigihan serta dukungan dari berbagai pihak, kini paradigm sampah yang awalnya menjadi permasalahan itu berubah menjadi potensi.
Awalnya kebijakan ini dirinya harus turun langsung ke masyarakat, ke pasar, dan bahkan memergoki warga yang membuang sampah sembarangan. Tidak hanya itu, kendaraan yang melintas dan membuang sampah pun sampai di kejar-kejar. Ini tidak ada maksud lain selain menjadikan desa tertua di Pulau Bali itu bersih dan dapat mengelola sampah dengan baik dan benar. Kebijakan itu juga ia perkuat dengan Perdes. Mereka yang melanggar atau kedapatan buang sampah tidak akan mendapat pelayanan ketika mengurus surat-surqatan di desa.
Sejak ditetapkan sebagai Desa Wisata, berdampak pula pada peningkatan jumlah wisatawan yang datang, yang tentunya berimbas kepada volume sampah. Belum lagi ditambah dengan acara dan ritual keagamaan yang menggunakan buah-buahan dan bunga.
Namun demikian ada solusi berupa mengubahnya menjadi kompos atau pupuk alami. Sementara sampah yang lainnya singgah di TPS 3R, sebelum kemudian yang tersisa hanya benar-benar limbah yang tidak bisa didaur ulang.
Desa Tampaksiring merupakan satu dari delapan desa yang ada di Kecamatan Tampaksiring, kabupaten Gianyar, Bali. Selalin terdapat Candi Gunung Kawi, desa yang dulunya merupakan pusat pemerintahan kerajaan di Bali itu terdapat Istana Kepresidenan yang dibangun antara tahun 1957 – 1960 atas perintah Presiden Soekarno.
Menyimak apa yang disampaikan oleh Widana, sebanarnya bisa dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan kota, kecamatan, bahkan kelurahan maupun desa di Gorontalo. Kita melihat banyaknya tumpukan sampah. Kota Gorontal mosalnya. Ibu Kota Provinsi Gorontalo ini bukan seperti kota yang bersih seperti dulu. Deretan penghargaan Adipura sebagai kota bersih tidak lagi menjadi kebanggaan. (jangan-jangan sudah jadi Adi yang pura-pura).
Apa lagi jika menyimak data dari Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Jakstrada) Kota Gorontalo tahun 2018 menyebutkan bahwa total timbulan sampah Kota Gorontalo sebanyak 49.939 ton dengan asumsi produksi sampah per jiwa adalah sebesar 0.7 kg/hari. Dari total timbulan sampah tersebut hanya 26.819 ton yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir. Jadi, ada sekitar 23.120 ton per tahun yang tidak terangkut. Sampah dari Kota Gorontalo ini juga menjadi salah satu ancaman memperpendek usia tampung TPA Talumelito.
Maka dengan menyimak apa yang telah dilakukan oleh Desa Tampaksiring dalam hal mengelola sampah, maka selayaknya hal itu juga bisa diterapkan di Kota Gorontalo.
Bahkan selain Tampaksiring, Kota Gorontalo yang notabene punya 9 TPS 3R pun bisa belajar dari Bank Sampah Induk Wastu Lestari, Denpasar, Bali.
Kepada wartawan, Sekretaris Bank Sampah Wastu Lestari, Erika menyampaikan, kegiatan usaha yang telah diawali tahun 2010 dari bank sampah kecil-kecilan, hingga saat ini telah memiliki 10 karyawan dan 270 nasabah. Dalam sebulan kata Erika, sampah yang berhasil dikumpulkan mencapai 40 ton dengan nilai transaksi mencapai 40 juta dengan pengambilan Rp 3.500 setiap kilonya.
Sampah-sampah ini kata dia, lebih dari 17 jenis. Mulai dari kertas, buku, besi, alumunium, botol, beling (pecahan kaca), minyak goreng bekas, barang elektronik dan sebagainya, yang dikumpulkan setiap minggunya dari unit-unit bank sampah yang berada di kelurahan. Karena Bali sendiri tidak punya pabrik, maka belasan macam limbah itu dikirim atau dijual ke beberapa pabrik yang ada di Jawa.
Namun sebagai pecinta lingkungan, pihaknya tidak henti-hentinya memberi edukasi warga bahwa sampah dapat memberi nilai ekonomis karena bisa memperoleh keuntungan. Yang terpenting kata dia, harus pantang menyerah untuk mengedukasi, agar ada perubahan perilaku di masyarakat.
Lain Tampaksiring dan Wastu Lestari, lain pula dengan Agung Bali Collection. UMKM yang bergerak dibidang fesyen tenun ikat Bali ini dalam produksinya banyak memanfaatkan bahan limbah kayu dan dedauan sebagai pewarnaan. Tak hanya sampai disitu, mereka juga memanfaatkan cairan Eco Enzyme yang dibuat dari limbah dapur sebagai penguat pewarnaan tersebut.
Anak Agung Indra Dwipayani selaku pemilik Agung Bali Collection mengaku sejak 2018 sudah memanfaatkan limbah rumah tangga itu dijadikan cairan Eco Enzyme. Bahkan saat pandemi melanda, ia bersama sang ayah, Agung Tirta telah mengirim puluhan ton cairan seribu manfaat itu ke berbagai daerah di Jawa. Eco Enzyme kata dia disemprotkan diberbagai tempat dan ruang terbuka. Karena salah satu manfaat cairan yang ditemukan oleh ahli dari Korea Selatan itu bisa membersihkan udara dalam radius 20 meter.
Apakah Kota Gorontalo bisa? Jawabannya pasti bisa jika ada kemauan dan tekad untuk menjadikan kota ini bersih dan sehat. Misalnya kepala daerah atau pimpinan didaerah ini mewajibkan setiap aparatur termasuk honorernya untuk membuat Eco Enzyme, dengan memanfaatkan limbah atau sampah dapur sebanyak 5 kilogram. Jika ada 4.500 pegawai yang serentak membuat Eco Enzyme, maka dipastikan ada sekitar 22 metrik ton limbah dapur yang tidak terkirim ke TPA Talumelito. Lalu yang jadi pertanyaan, Eco Enzyme-nya untuk apa? Banyak. Bisa dicampurkan saat mencuci baju, agar warnanya tidak mudah pudar. Yang punya masalah kulit juga bisa dicampur dengan air ketika mandi. Sebagai cairan pel, lantai bebas semut dan kecoa. Mencuci sayuran dan buah dengan Eco Enzyme juga bisa menghilangkan perstisida yang masih melekat. Sebagai obat luka bakar, dan seribu manfaat lainnya. (red)