Gorontalo, mimoza.tv – Tekad Jasin Usman Dilo untuk maju sebagai Bakal Calon Anggota DPD RI daerah pemilihan (Dapil) Gorontalo kian pasti. Hal ini dibuktikan dengan kehadirannya untuk mendaftaarkan diri kembali di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Gorontalo pada Rabu (10/5/2023).
Dihadapan awak media saat jumpa pers Jiasin Dilo mengatakan, selama 20 tahun mengabdi jadi wakil rakyat dari PKS menjadi modalnya untuk maju di konstestasi tingkat nasional. Selama 20 tahun itu kata dia, palingf tidak beraasal dari tiga Dapil di Provinsi Gorontalo.
“Paling tidak ada tiga Dapil yang saya duduki. Pertama adalah Kabupaten Gorontalo A dan B. kemudian hariu ini saya ada di Dapil Gorontalo Utara. Sementara saya sendiri adalah penduduk Kota Gorontalo. Sehingganya rasa-rasanya paling tidak back bone saya ada di tiga Dapil ini,” kata Jasin Dilo.
Dukungan yang tak kalah punya andil besar lainnya adalah dukungan dari Ustadz Bachmid, yang pada Pileg 2024 nanti tidak akan mencalonkan lagi.
“Bahkan waktu terakhir kemarin pak Ustadz Bachmid menemui pemilihnya, beliau mengatakan bahwa sudah tidak akan mencalonkan diri lagi, dan sayalah penggantinya. Olehnya saya merasa ini merupakan suatu dukungan yang akan menjadi amunisi dan modal utama maju di DPD RI,” imbunhya.
Dalam tahapan pendaftaran itu memang dirinya tidak banyak membawa keluarga maupun simpatisan. Hal ini kata dia sebagaimana persyaratan KPU bahwa hanya dibatasi sebanyak 10 orang.
“Olehnya saya berterimakasih kepada rekan rekan sekalian, terutama dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Karena selama 20 tahun mengabdi di DPRD Provinsi Gorontalo saya dari PKS. Artinya tidak menutup kemungkinan bahwa hanya PKS yang menuntun untuk mencalonkan diri sebagai Aleg DPD RI,” ucap Jasin Dilo.
Lebih lanjut kata sosok yang dikenal sebagai “Lelaki Seribu Masjid” ini mengatakan, kehadirannya di KPU itu sengaja menggunakan pakaian “Takowa”. Hal itu sejalan dengan misinya nanti ketika terpilih jadi anggota DPD RI, tentang bagaimana mengkokohkan atau membumikan bahwa Gorontalo sebagai daerah adat.
“Maka tentunya ini yang harus kita wujudkan paling tidak dari sisi keteladanan calon pimpinannya. Dahulu pemimpin yang kita pahami itu ada kamar umaro dan ulama. Tetapi jika melihat calon umaroh dulu, itu mereka paling tidak paham dengan agama. Sepengetahuan saya, kepala desa saja minimal bisa khotbah di masjid,” kata Jasin Pido.
Yang berikutnya kata Jasin Dilo, umarah itu juga adalah sosok yang jauh dari perilaku – perilaku yang bertentangfan dengan agama itu sendiri.
“Dengan mengenakan pakaian ini paling tidak saya mengingatkan diri sendiri, dan menjunjung tinggi adat istiadat kita sendiri,” tandasnya.
Pewarta : Lukman.