Gorontalo, mimoza.tv – Hingga saat ini Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Gorontalo mengoleksi 3 warga binaan yang mengidap Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS.
Untuk itu Lapas secara rutin dan berkala memeriksa setiap warga binaan maupun tahanan.
Kepala Klinik Lapas Kelas IIA Gorontalo, dr Sri Yolanda Djafar dalam wawancara dengan awak media ini menjelaskan, tes human immunodeficiency virus atau HIV itu adalah sesuatu hal yang wajib dilaksanakan bagi tahanan yang baru masuk, terutama warga binaan yang sudah lama di dalam, yang dicurigai mengalami tanda-tanda terinfeksi HIV.
“Ini merupakan bentuk dukungan kita kepada pemerintah lantaran HIV AIDS ini belum ditemukan obatnya. Sebagai pencegahan awal, sebelum tahanan itu masuk kita lakukan deteksi dini,” ucap dr Sri Yolanda, diwawancarai Selasa (27/6/2023).
Ketika didapatkan ada yang sudah positif atau mengidap HIV AIDS, kata dr Sri Yolanda, pihaknya langsung memberikan pengobatan kepada yang bersangkutan.
“Karena obat untuk HIV AIDS itu sendiri belum ditemukan, maka sebenarnya obat yang kita berikan ini sifatnya hanya memperpanjang usia penderita saja,” imbuhnya.
Dalam hal pelayanan kesehatan, ia menyampaikan bahwa sejauh ini klinik di Lapas sudah punya tim yang sebelumnya sudah dilatih oleh Dinas Kesehatan. Meski terkadang dari Dinas Kesehatan juga kadang datang untuk kegiatan terkait lainnya.
Begitu juga dengan ketersediaan peralatan. dr Yolanda mengaku, alat tes HIV AIDS di kliniknya sangat terbatas.
“Napi yang baru masuk itu wajib untuk kita lakukan tes. Tetapi karena terbatasnya alat tes ini, maka untuk Napi yang sudah lebih dulu dan kita curigai mengidap akan dilakukan tes,” tutur dr Sri Yolanda.
Setelah di tes dan ternyata negatif, maka Bang Napi itu setelah tiga bulan kemudia akan di tes kembali.
Ketika Bang Napi tersebut positif mengidap HIV AIDS, maka tidak ada perlakuan berbeda dengan Bang Napi lainnya.
“Untuk yang positif, mereka tetap hidup bersama. Tidak ada perlakuan berbeda antara bang Napi yang mengidap HIV AIDS dengan yang tidak. Kecuali mereka oportunistik atau ada infeksi paru yang bisa menyebar ke orang lain. Kalau penderita HIV AIDS kan tidak apa-apa hidup berdampingan dengan yang lainnya. Tidak ada diskriminasi antara penderita dengan yang tidak menderita,” tutup dr Sri Yolanda.
Penulis: Lukman.