Gorontalo, mimoza.tv – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Gorontalo, Purwanto Joko Iriyanto mengungkapkan, adanya perbuatan tindak pidana korupsi di sejumlah proyek di Gorontalo dapat terjadi pada tahap awal.
Perbuatan menyimpang yang dimaksud Purwanto adalah proses evaluasi pemilihan atau penetapan pemenang lelang atau tender oleh Unit Layanan Pengadaan atau ULP, baik itu Satker di instansi vertikal maupun satker di pemerintahan daerah.
Dalam rentang tahun 2022 hingga 2023, Provinsi Gorontalo mengoleksi 23 paket proyek pekerjaan infrastruktur yang berasal dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang putus kontrak atau diperpanjang kontraknya yang saat ini sudah berakhir.
“Ada beberapa hal yang menjadi penyebab proyek itu putus kontrak diantaranya, para kontraktor inibtidak memiliki dana atau modal, tidak punya peralatan,” ucap Purwanto saat membuka kegiatan Seminar Nasional yang digelar di uala Rektorat Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Kamis (13/7).
Selain itu kata Purwanto, penyebab lainnya adalah tidak tersedianya tenaga ahli atau teknis yang kompeten.
Kepada ULP ia mengingatkan, bahwa penawaran terendah bukan tolok ukur utama untuk menetapkan pemenang.
Sebaliknya, penawaran 20 persen dari jumlah pagu pada proyek itu menjadi tanda atau lampu merah untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan kwalitas terbaik.
“Maka seharusnya penawaran yang demikian dipertimbangkan untuk tidak dimenangkan,” ujarnya.
Pada kesempatan itu juga ia menjelaskan, di Gorontalo sendiri khusus perkara korupsi yang ditangani oleh Kejati Gorontalo baik dari kwalitas dan kuantitasnya terus saja meningkat.
Kata dia, jumlah perkara baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan yang ditangani Kejati Gorontalo selama tahun 2022 sebayak 38 perkara. Angka kerugian negara kata Purwanto sebesar Rp. 17.336.981.162,- (tujuh belas miliar tiga ratus tiga puluh enam juta, sembilan ratus delapan satu ribu seratus enam puluh dua rupiah)
Sementara selama enam bulan atau satu semester di tahun 2023 ini, jumlah perkaranya sebanyak 33, dengan jumlah kerugian negara yang sudah keluar hasil perhitungannya dari BPKP, baru dari perkara yang ditangani Kejati Gorontalo saja sebesar Rp. 26.085.000.000,- (dua puluh enam miliar delapan puluh lima juta rupiah). Sementara perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) SE Gorontalo belum keluar hasil PKN-nya dari BPKP.
“Sehingga dipastikan jumlah seluruhnya dalam satu semester ini lebih dari Rp. 26 miliar,” ucap Purwanto.
Bila angka ini ditambahkan dengan setahun yang lalu, berarti persentasinya ada di angka 150 persen.
“Ini artinya tanda lampu merah atau tanda bahaya bagi Gorontalo,” tutup Purwanto.
Penulis: Lukman.