Oleh : Budhy Nurgianto
Belum selesai dengan kasus bunuh diri seorang karyawati Indomaret di Buladu, Kota Barat, Kota Gorontalo dan kasus bunuh diri seorang remaja di Desa Poowo, Kabila, Bone Bolango, kita kembali dikejutkan dengan lima peristiwa bunuh diri dalam rentang waktu dua bulan. Terbaru adalah kasus bunuh diri wanita muda di Kelurahan Tumbihe, Kabila, Bone Bolango pada Minggu 30 Juli 2023.
Deretan peristiwa tersebut menambah daftar panjang kasus bunuh diri di Gorontalo dan sepertinya menampar wajah kita-masyarakat Gorontalo yang dikenal religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat. Apalagi nyaris semua sendi kehidupan bermasyarakat di daerah yang dikenal dengan “Bumi Serambi Madinah” ini tak lepas dari tata adat istiadat yang berbasiskan Islam. Dalam Islam, bunuh diri sangatlah jelas merupakan tindakan yang dilarang.
Sepanjang tahun 2023, di Provinsi Gorontalo sedikitnya sudah terjadi 23 kasus bunuh diri yang tersebar hampir di semua Kabupaten Kota. Rata-rata dalam sebulan ada dua orang Gorontalo memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Meski dari segi angka masih tergolong kecil, namun deretan peristiwa sepanjang 2023 itu, tidaklah boleh dianggap remeh mengingat trend kasus tersebut terus mengalami peningkatan cukup signifikan. Apalagi data Emotional Health for All Foundation (EHFA), Kementerian Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Gorontalo tergolong provinsi dengan tingkat percobaan bunuh diri tertinggi di Indonesia bersama Sulawesi Barat, Bengkulu, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau.
Secara nasional sendiri, tingkat bunuh diri di tanah air mencapai 3,5 per 100 ribu penduduk. Sementara laporan Bank Dunia menunjukkan, tingkat bunuh diri di Indonesia mencapai 2,4 per 100 ribu penduduk. Artinya, terdapat 2 orang yang melakukan bunuh diri dari setiap 100 ribu penduduk di Indonesia. Bahkan sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa angka kematian bunuh diri di Indonesia mungkin empat kali lebih besar daripada data resmi.
Bunuh diri dikenal sebagai tindakan agresif yang melukai dan merusak diri sendiri hingga mengakhiri kehidupan. Secara instingtif, bunuh diri merupakan tindakan melawan naluri terdasar manusia, yakni bertahan hidup. Tindakan tersebut telah dikategorikan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Secara kontekstual, bunuh diri bisa membawa makna sosial dan moral untuk semua lapisan masyarakat. Tindakan tersebut bahkan telah lama dipahami memiliki korelasi sangat kuat dengan kekuatan budaya, sosial, politik, dan ekonomi di suatu wilayah.
Beberapa ahli psikologi memandang bunuh diri sebagai konsep integrasi sosial, yang dikonseptualisasikan sebagai kebalikan dari anomik, terisolasi, dan egoistik. Masyarakat dan budaya memainkan peran besar dalam mendikte bagaimana menanggapi dan melihat kesehatan mental dan pengaruh bunuh diri pada seseorang warga.
Dukungan sosial yang rendah atau lingkungan yang tak bersahabat, secara langsung dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan menyakiti diri sendiri. Faktor risiko ini lebih cenderung berhubungan dengan hasil yang buruk di antara mereka yang memiliki jaring dukungan sosial yang buruk.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mendapati sekitar 13 persen dari total orang yang mati bunuh diri di dunia mengalami perlakukan jaring dukungan sosial yang buruk seperti masalah pekerjaan, kemiskinan, rasa tidak aman dan keuangan. Laporan Mental Health: Culture, Race, and Ethnicity: A Supplement to Mental Health: A Report of the Surgeon General bahkan menulis budaya dan kondisi ekonomi pada suatu masyarakat memiliki dampak luas pada tindakan bunuh diri seseorang.
Budaya dan kondisi ekonomi seperti tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya kesejahteraan dapat menjadi satu faktor pendorong meningkatnya tindakan bunuh diri. Namun disatu sisi tingginya pendapatan ekonomi masyarakat dan luasnya lapangan kerja dapat pula menjadi jaring pelindung sosial yang mungkin dapat mengintervensi untuk mengurangi tindakan bunuh diri.
Sebuah studi mendapati ada lima faktor utama yang menjadi pendorong meningkatnya tindakan bunuh diri di tengah masyarakat Indonesia seperti keputusasaan, rasa tidak aman, buruknya layanan pendidikan, rendahnya pendapatan, dan tingginya angka kemiskinan. Indonesian Association for Suicide Prevention bahkan mendapati faktor keluarga memainkan faktor kunci bunuh diri.
Mendorong Peran Pemerintah
Pada kondisi seperti itu, Pemerintah Provinsi Gorontalo diharapkan bisa memainkan peran dalam mencegah dan melakukan mitigasi tindakan bunuh diri sedini mungkin. Memberikan perhatian serius dan melakukan intervensi terhadap kasus-kasus bunuh diri yang terjadi serta mendorong kesadaran publik untuk mencegah tindakan bunuh diri.
Pemerintah Daerah wajib menjadikan fenomena bunuh diri sebagai kondisi prioritas dalam penyusunan program aksi terutama dalam menekan kesenjangan kesehatan mental di tengah masyarakat. Memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang baik, mengatasi kemiskinan, mengurangi pengangguran dan menekan stigma di tingkat sosial.
Pencegahan dan pengendalian bunuh diri sudah saatnya menjadi sebuah gerakan yang melibatkan banyak pihak seperti Pemerintah, masyarakat dan media. Pelaporan media tentang peristiwa bunuh diri harus didorong pada pelaporan yang bertanggung jawab dan mengarah pada upaya pencegahan tingkat bunuh diri, termasuk mengedukasi masyarakat tentang bunuh diri, faktor risiko, dan kemana mencari bantuan.
Mengajak media untuk menghindari pemberitaan sensasionalisme dan glamorisasi dan menghindari penjelasan rinci tentang tindakan bunuh diri akan menjadi langkah maju terutama dalam meningkatkan kesadaran publik. Pemerintah harus dapat membantu media dalam upaya merilis pengumuman layanan masyarakat yang meningkatkan kesadaran, mengidentifikasi dan mengobati gangguan mental sedini mungkin.
Tak hanya itu, perlu pula digagas kolaborasi kelompok kemitraan yang mencakup tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, komunitas kesehatan, perguruan tinggi, media dan aparat hukum untuk menjadi lokomotif utama penguatan kesadaran publik dalam mencegah kasus bunuh diri di Gorontalo.
Strategi pencegahan bunuh diri berbasis komunitas dapat menjadi langkah mitigasi dini dalam mengurangi risiko bunuh diri yang teridentifikasi. Menanamkan harapan, meningkatkan self-efficacy dan locus of control internal dari orang yang ingin bunuh diri, dan mengurangi potensi pikiran untuk bunuh diri. Langkah-langkah tersebut sudah saatnya menjadi tugas bersama. Pemerintah Daerah di Gorontalo hanya perlu merangsang gerakan bersama masyarakat. (***)