Gorontalo, mimoza.tv – Anggota Komisi I DPRD Gorontalo, Adhan Dambea memberi reaksi keras atas pernyataan Wakil Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Gorontalo, Ghalieb Lahidju, yang menuding dirinya adalah seorang Avonturir Gorontalo di salah satu media online.
Dihadapan awak media adhan mengaku, dirinya sudah menjadi aktivis sejak tahun 1977. Sementara sosok Ghalieb Lahidju sendiri kata Adhan, ia kenal saat mencari hidup sebagai staf ahli saat Rusli Habibie menjabat Gubernur Gorontalo.
“Kalau dia (baca : Ghalieb) katakan saya Avonturir, ya beda. Saya aktivis dari tahun 1977 dan sampai hari ini jadi Aleg, tidak menggunakan uang APBD untuk menikah. Saya menikah tahun 1977 itu cari sendiri. Tidak menggantungkan pendapatan pada orang lain. Juga tidak memanfaatkan organisasi untuk cari uang untuk pribadi saya,” ujar Adhan, ditemui di ruang kerjanya, Yayasan AD Center, Kota Gorontalo, Ahad (8/10/2021).
Sejak jadi aktivis tahun 1977, Adhan mengaku sampai hari ini masih eksis. Hal tersebut menurutya, lantaran tidak ada catatan-catatan miring. Misalnya organisasi mendapatkan bantuan tapi digunakan untuk pribadi.
“Saya bicara masalah Pohuwato itu karena saya adalah Aleg. Dan itu tolong dipahami oleh saudara Ghalieb. Saya memang Dapil Kota Gorontalo, tetapi bukan hanya kota saja yang saya urus. Tetapi semua permasalahan yang ada di kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Gorontalo itu saya urus,” tegas Adhan.
Lanjut Wali Kota Gorontalo Periode 2008-2013 ini, apalagi ini persoalan hukum. Maka sebagai Komisi I dirinya punya kewaajiban.
“Saya ini di gaji. Maka kewajiban saya melaksanakan itu. Bukan hanya makan gaji buta. Masalah di Pohuwato itu terkait dengan SK Gubernur tentang pengalihan IUP konsesi. Ketika terjadi kericuhan di sama (baca : Pohuwato), sebagai Aleg kita tidak bisa hanya melihat begitu saja. Kita cari akar permasalahannya. Ternyata setelah kita lacak, ternyata akar permasalahannya ini adalah SK Gubernur Nomor 351/17/IX2015, yang dikeluarkan oleh gubernur yang waktu itu adalah Rusli Habibie,” cetus Adhan.
Adhan juga menyinggung soal pernyataan Ghalieb di media yang salah satu poinnya adalah dikeluarkannya SK itu berdasarkan surat Direktoral Jenderal Mineral Dan Batubara Nomor 2105/30/SDB/2014, tanggal 16 Desember 2014, perihal petunjuk pengalihan IUP. Kata Adhan, hal tersebut bertentangan dengan PP No 24 tahun 2012 Pasal 7A Ayat 1. IUP atau IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain. Ayat 2, pihak lain sebagaimana sebagaimana diatur ayat 1 meliputi badan usaha yang 51 persen atau lebih sahamnya tidsk dimiliki pemegang sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP dan IUPK.
“Pertanyaannya, sekarang ada peraturan pemerintah melarang pengalihan IUP dan IUPK, kemudian dilaksanakan ini pengalihan. Apakah gubernur tidak tahu aturan? Atau ada apa sehingga tetap gubernur mengeluarkan SK 351 tahun 2015. Sementara tahun 2012 sudah dilarang,” pungkas Adhan.
Penulis : Lukman.