Gorontalo, mimoza.tv – Rapat pehitungan suara di tingkat PPK untuk beberapa kecamatan di Kabupaten Gorontalo telah menghasilkan hasil yang menarik, terutama di Dapil 4 untuk perolehan kursi di “Parlemen Puncak Botu”, DPRD Provinsi Gorontalo. Dengan metode perhitungan Saint League yang digunakan, hasilnya menegaskan perolehan kursi yang menarik perhatian.
Satu nama calon legislatif, yang konon katanya diragukan akan bisa meraih kursi di DPRD provinsi adalah nama Umar Karim (UKO, Caleg dari Partai Nasdem. Apalagi keseluruhan rival UK adalah Caleg petahana.
Dari hasil penghitungan di tingkat PPK, Partai Golkar menduduki posisi puncak perolehan suara di Dapil 4, dengan jumlah suara sebesar 19.736 suara. Di posisi ke dua, ditempati oleh PPP dengan jumlah perolehan suara mencapai 15.160. Sementara PDIP, berada di posisi ke tiga dengan perolehan suara mencapai 14.292.
Namun, sorotan tertuju pada keberhasilan Partai Nasdem yang sebelumnya tidak memiliki kursi. Dalam pemilu kali ini, Nasdem berhasil meraih kursi kelima dengan 10.217 suara. Keberhasilan dari partai besutannya Surya Paloh itu tidak terlepas dari peran Umar Karim, seorang calon legislatif yang tidak merupakan petahana.
Dengan meraih suara signifikan, Umar Karim berhasil mengamankan satu kursi untuk partainya, mengalahkan calon petahana yang telah lama dikenal dalam politik lokal. Kemenangan ini menandai perubahan dinamika politik di daerah tersebut, di mana elektorat memberikan suara dengan lebih terbuka kepada wajah-wajah baru.
Salah satu yang mencuat dalam perolehan suara adalah pertarungan di antara para calon petahana dari berbagai partai. Meskipun beberapa calon petahana berhasil mempertahankan kursinya, seperti Wasito Sumawiyono dari Partai Golkar dan Usman Rajak dari PPP, banyak juga yang harus menyerahkan kursinya kepada wajah-wajah baru, seperti Sun Biki dari Golkar dan Sahmid Hemu dari PDIP.
Dengan demikian, hasil pemilu di Dapil Provinsi Gorontalo menjadi bukti bahwa dinamika politik lokal tidak selalu dapat diprediksi. Sukses Umar Karim dan Nasdem menjadi pelajaran bahwa elektorat semakin terbuka terhadap perubahan dan memperhatikan kinerja serta visi dari setiap calon, tanpa terpengaruh oleh status petahana.(rls/luk)