Gorontalo, mimoza.tv – Muhammad Fadhly Gella, SH, MH, bersama Rahman Sahi, SH membantah telah menipu klien mereka, dalam hal ini Ratna H. Muda. Hal itu disampaikan keduanya saat diwaancarai beberapa wartawan pada Rabu (6/3/2024).
Kata Fadhly, awalnya Ratna H. Muda mendatangi kantor miliknya yakni, Muhammad Fadhly Gella Law Firm, Legal Consultan And Partner’s, sekitar bulan Agustus 2023 lalu. Kedatangan Ratna itu untuk mempertanyakan apakah ia dan Rahman Sahi bisa menolong dalam perkara pidana pengrusakan yang sebelumnya telah dilaporkan di Polda Gorontalo.
“Saya sampaikan bahwa kami bisa membantu dalam penanganan hukumnya. Terkait pembayaran yang beliau (baca : Ratna) sentil kemarin, soal kontrak kerja kami itu adalah kontrak penanganan kasus pidana yakni pengrusakan. Laporan itu kami damping dan kami kerjakan dengan pembayaran jasa sebesar Rp. 10 juta. Kami punya bukti-bukti bahwa kami telah bekerja, melakukan pendampingan untuk perkara itu,” ucap Fadhly.
Sementara uang sejumlah Rp. 15 juta rupiah, kata Fadhly, uang tersebut ia mentakan ketika penanganan perkara laporan pidana di Polda mengalami kerancuan, dan bahkan kekurangan bukti. Kepada Ratna, ia menyampaikan bahwa penyelesaian perkara itu harus di tingkat perdata di Pengadilan Negeri. Lantaran menempuh lewat jalur perdata, maka hal itu harus ada penambahan biaya, dan bahkan disanggupi oleh Ratna H. Muda.
“Ketika beliau menyanggupi, maka kami pun bekerja. Mulai dari melakukan pendampingan. Bahhkan strategi gugatan yang kami lakukan juga beliau sudah tau. Tapi anehnya, hal-hal yang telah menjadi kesepakatan kita bersama, ternyata beliau sendiri yang ingkari,” cetus Fadhly.
Pada kesempatan yang sama juga Rahman Sahi menjelaskan soal salah penulisan nama orang tua yang berujung ditolaknya gugatan. Kata Rahman, kesalahan penulisan nama itu tidak berpengaruh. Yang terpenting adalah pokok dari perbuatan melawan hukum itu sudah dirangkaikan.
“Tapi ibu Ratna tetap memaksa untuk diganti nama tersebut. Sehingga kai menyampaikan, kalau ini harus di ubah, maka gugatan itu harus di cabut. Setelah itu kami mencabut gugatan. Tapi, ketika kita akan mengajukan gugatan kembali, ibu Ratna yang memutus surat kuasa kami,” kata Rahman.
Dijelaskannya juga, terkit dengan di tolak itu, sebenarnya belum masuk pada pokok perkara.
“Keliru kalau ibu Ratna menyampaikan kalau perkara ini di tolak. Karena ini belum masuk pada pokok perkara. Proses di pengadilan itu ada tahapan-tahapannya. Yang pertama itu adalah agenda mediasi, kemudia agenda pembacaan gugatan, agenda replik, kemudian duplik. Terus ada pembuktian dokumen, pembuktian saksi. Nah kita dalam mengajukan gugatan ini belum masuk dalam agenda mediasi. Karena tergugat yang di undang melalui relasi panggilan dari PN itu tidak datang. Sehhingga kami masih ada peluang untuk mencabut gugatan,” ungkap Rahman.
Keduanya juga mengaku, pada saat penyusunan gugatan, strategi hukum itu sudah melibatkan dan diketahui oleh Ratna. Maka menjadi aneh ketika Ratna sendiri mempertanyakan lagi mengapa ada kesalahan-kesalahan dalam segi batas.
“Ibu Ratna sudah mengetahui bahwa ini akan jadi dua kali gugatan. Gugatan pertama itu agar bisa terungkap semua bukti-bukti dalam persidangan, sehingga bisa melengkapi kekurangan-kekurangan bukti, yang ibu Ratna sendiri tidak punya. Bahkan sebelum kita ajukan, gugatan itu kami bacakan dihadapan beliau. Ketika tidak ada koreksi, maka kami ajukan. Dan ketika sudah diajukan, ternyata beliau mengoreksi lagi,” jelas Rahman.
Terakhir pihanya menegaskan, pencabutan itu tanpa pemberitahuan tertulis terlebih dahulu, dan bahkan tanpa persetujuan dari pihaknya. Bahkan dengan adanya laporan seperti itu, baik Fadhly dan Rahman merasa sangat dirugikan.
“Kami sangat bertanggungjawab menjalankan kewajiban karna dasar hak yang kami terima. Tapi sayangnya, kewajiban yang kami lakukan ini di turut campur tangan langsung oleh principal yang tidak komitmen dengan strategi yang telah disepakati bersama. Inilah yang membuat kacau,” tandas Fadhly dan Rahman.
Sebelumnya, Ratna H. Muda, seorang purna tugas Polri melaporkan dua oknum pengacara ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Gorontalo atas kasus dugaan penipuan.
Kepada awak media Ratna menjelaskan, awalnya ia melakukan kontrak kerja dengan dua oknum pengacara tersebut untuk menangani suatu perkara yang diajukan. Namun, gugatan yang diajukan oleh kedua oknum pengacara ke pengadilan itu di tolak lantaran bahan gugatannya tidak sesuai atau salah.
Peliput : Lukman.