Gorontalo, mimoza.tv – Adv. Frengki Uloli menyesalkan tindakan dugaan intimidasi terhadap kliennya dalam perkara praperadilan kasus ITE.
Kepada awak media ini ia menjelaskan bahwa dalam praperadilan ini ada beberapa poin penting, yang pertama adalah sah tidaknya penyidikan.
“Dalam point ini yg menjadi fokus utama kami adalah substansi dari pasal yang diterapkan merupakan delik aduan absolut, tapi nyatanya perkara ini bersumber dari Laporan Informasi yang kemudian dinaikkan statusnya menjadi Laporan Polisi Model A,” ujar Frengki dalam keterangannya, Ahad (22-9-2024).
Poin lainnya adalah tentang sah dan tidaknya penetapan tersangka, sah tidaknya penyitaan, sah tidaknya penangkapan dan penahanan.
Olehnya kata Dia, hal penting dari dilakukan prapid ini adalah menegakkan prinsip dwo process of law.
Sayangnya kata Frengki, pasca permohonan telah diregistrasi di PN Limboto, terinformasi bahwa klien dan keluarga diintimidasi dan diancam.
“Bahkan kami pun sebagai pengacara di jelek-jelekkan, da dikatakan hanya mau cari uang tapi tidak profesional. Terhadap hal tersebut, justru kami merasa sangat lucu, harusnya anggota kepolisian yang mendatangi pihak keluarga itu hadapi saja permohonan praperadilan yang diajukan, bukan membenturkan antar keluarga lewat intimidasi dan bahkan mengancam bahwa kalaupun prapid ini dimenangkan, mereka tetap akan melakukan penyidikan ulang terhadap klien kami,” tegasnya.
Lebih parah lagi, sambung Frengki, orang tua tersangka dipaksa untuk memerintahkan istri tersangka agar mencabut kuasa kepada pihaknya selaku penerima kuasa.
“Maka pertanyaan terbuka kami kepada yang telah mendatangi keluarga, apakah prosedur yang dilakukan oleh oknum anggota kepolisian tersebut diatur dalam perkap Penyidikan tindak pidana? Yaitu mengintimidasi, memprovokasi keluarga dan menakut-nakuti hingga meminta keluarga mencabut kuasa kepada pengacara dan mencabut praperadilan tersebut,” ujarnya dengan nada tanya.
Untuk lebih lanjut, kata dia, pihaknya dari kuasa pemohon akan mengajukan permohonan perlindungan hukum melalui Propam Polda Gorontalo dan melalui Dumas Mabes Polri agar perkara ini berjalan profesional.
“Bagi kami sebagai tim kuasa hukum ,langkah ini penting sebagai bentuk penegakkan prinsip dwo process of law yakni perlindungan hak individu setiap warga negara untuk diproses sesuai prosedur melalui peradilan.” jelasnya.
Setali tiga uang, Adv Ronal Van Mansyur SH,MH, mengatakan, langkah yang diambil oleh pihaknya adalah satu upaya untuk menguji apakah pihak termohon (Polda Gorontalo) dalam melakukan proses penegakkan hukum sudah sesuai dengan hukum acara pidana (KUHAP).
“Subtansinya ini untuk menguji apakah prosedur hukum yang dilakukan oleh penyidik terhadap klien kami sudah sesuai KUHAP atau tidak,”ungkap Ronal.
Selain menguji sah atau tidaknya sproses penyidikan dalam kasus tersebut, Ronal juga menambahkan bahwa dalam point yang menjadi fokus utama adalah terkait subtansi pasal yang diterapkan oleh penyidik.
“Fokus kami adalah substansi dari pasal yang diterapkan,yang menurut kami itu merupakan delik aduan absolut, tapi nyatanya perkara ini bersumber dari Laporan informasi yang kemudian dinaikkan statusnya menjadi laporan polisi model A,” tambahnya.
Sebelumnya, kedua pengacara tersebut mengajukan prapradilan kepada Kepolisian Daerah (Polda) Gorontalo sebagai pihak termohon dalam hal penetapan tersangka kepada klien mereka dalam kasus dugaan pelanggaran undang-undang RI no 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), dan atau pasal 47 jo pasal 11 ayat 1 undang-undang RI nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, Jo pasal 55,56 KUHP, pidana yang terjadi pada tanggal 17 januari 2024 di Kecamatan Limboto dan Kecamatan Tolangohula, Kab.Gorontalo.
Penulis: Lukman.