Gorontalo, mimoza.tv — Praktik perjalanan dinas (Perdis) dengan cara “ganti-ganti baju” yang diungkapkan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Umar Karim, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Terlebih lagi, hal ini terkait dengan alokasi anggaran Perdis senilai Rp149 miliar, yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik.
Menanggapi isu tersebut, Penyuluh Antikorupsi sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo, Dr. Hijrah Lahaling, S.H.I., M.H., menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya, jika benar praktik seperti ini terjadi, hal tersebut merupakan tindakan yang sangat disayangkan karena berpotensi merusak upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kita akan semakin sulit memberantas korupsi jika masih ada oknum yang melakukan tindakan melawan hukum secara sadar dan membawa kerugian bagi negara,” ujar Dr. Hijrah dalam keterangannya, Selasa (12/11/2024).
Dr. Hijrah menegaskan pentingnya menanamkan nilai-nilai antikorupsi, yang harus dimulai dari diri sendiri. Menurutnya, upaya-upaya antikorupsi akan sia-sia jika kesadaran untuk tidak korupsi tidak dimulai dari individu.
“Misalnya, dalam kasus Perdis ini, kegiatan lima hari yang sebenarnya dijalankan satu atau dua hari saja dilaporkan sebagai lima hari dengan cara berganti-ganti baju agar seolah-olah berlangsung selama lima hari. Ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran yang seharusnya dijunjung tinggi dan merupakan perilaku koruptif,” ujarnya.
Selain kejujuran, Dr. Hijrah juga menekankan pentingnya integritas bagi para pejabat dan pegawai pemerintah. Menurutnya, ucapan dan tindakan harus selaras, terutama dalam penggunaan anggaran negara.
Lebih jauh, Dr. Hijrah menyinggung teori “Sistem Hukum” dari Lawrence M. Friedman, yang menyatakan bahwa kegagalan sistem hukum sering kali disebabkan oleh lemahnya struktur hukum, seperti aparat penegak hukum, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemerintah lainnya yang bertanggung jawab atas implementasi hukum. “Jika struktur hukum tidak kuat, maka pemberantasan korupsi akan selalu mengalami kendala,” tambahnya.
Dr. Hijrah menegaskan, apabila dugaan ini benar, maka penindakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, siapapun pelakunya. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan anggaran publik agar benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan.
“Seharusnya anggaran besar ini diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu, bukan sekadar dihabiskan untuk perjalanan dinas. Perdis seharusnya membawa output yang jelas bagi pembangunan daerah kita, bukan sekadar untuk belanja oleh-oleh tanpa dampak nyata bagi masyarakat,” tegas Dr. Hijrah.
Penulis: Lukman