Gorontalo, mimoza.tv – Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea, melontarkan kritik tajam kepada Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, dan Kepala Dinas Kominfo dan Statistik Provinsi, Sri Wahyuni Matona, terkait tudingan bahwa dirinya tidak memberi teladan dan tidak mendukung program pemerintah provinsi.
Dalam keterangan kepada wartawan, Adhan menegaskan bahwa pernyataan Kepala Dinas Kominfo tersebut keliru dan mencerminkan ketidaktahuan terhadap realitas pemerintahan. “Jangan asal bicara kalau tidak tahu duduk persoalannya. Jangan hanya karena mau ambil hati atasan lalu menyerang sembarangan,” ujar Adhan.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa justru Gubernur Gusnar yang patut dipertanyakan keteladanannya sebagai pemimpin. “Saya memang punya masalah pribadi dengan Gusnar sejak lama, tapi saya tidak pernah menggadaikan etika. Dulu, saat dia hampir tak diajak lagi maju bersama Fadel Muhammad, saya yang perjuangkan. Bahkan saat dia mencalonkan diri jadi gubernur, saya dukung meski harus dipecat dari Golkar,” bebernya.
Adhan juga mengklaim pernah menolak uang Rp1 miliar dari Rusli Habibie demi tetap mendukung Gusnar. Namun, yang ia terima justru pengkhianatan. “Saat saya butuh kendaraan politik untuk maju Pilwako, dia diam. Demokrat yang dipimpinnya malah dukung orang lain. Ini bukti dia tidak tahu balas budi. Ini fakta, bukan asumsi,” katanya dengan nada tegas.
Dalam hal pemerintahan, Adhan menilai Gusnar gagal menunjukkan sikap kenegarawanan. Ia menyoroti ketidakberpihakan Gubernur dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank SulutGo. “Bukannya memperjuangkan nama dari Gorontalo, dia justru menyodorkan keluarganya. Ini nepotisme, bukan kepemimpinan,” sindirnya.
Soal bantuan provinsi, Adhan menegaskan dirinya tidak pernah menolak bantuan untuk rakyat. Namun ia menolak mekanisme penyaluran yang dinilainya sarat muatan politik. “Bantuan diberikan tanpa pemberitahuan resmi ke Pemkot. Yang salurkan kader Demokrat. Seolah-olah itu program partai. Ini kampanye terselubung!” tegasnya.
Sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai Gerindra Provinsi, Adhan mengaku tahu memisahkan urusan partai dan pemerintahan. Ia menyarankan Gubernur agar belajar etika berpolitik. “Jabatan publik itu bukan panggung partai,” katanya.
Tak hanya itu, ia juga mengingatkan para ASN untuk tetap netral dan tidak terseret politik praktis. Ia menyesalkan adanya kepala dinas yang bicara tanpa memahami konteks. “ASN harus netral. Jangan asal ikut menyerang tanpa data. Bisa melanggar UU ASN,” ujarnya.
Adhan bahkan menyebut adanya kegiatan pemerintahan yang digelar di kantor Partai Demokrat sebagai bukti keterlibatan langsung ASN dalam politik praktis. “Ini sangat memprihatinkan,” tukasnya.
Ia juga mengungkap bahwa dua surat permohonan uji kompetensi pejabat yang dikirim Pemkot ke provinsi tak pernah direspons. Menurutnya, itu bentuk penghambatan pemerintahan. “Jangan bicara soal keteladanan kalau surat resmi saja tak dijawab,” katanya.
Adhan menyatakan akan segera menyurati Kementerian Dalam Negeri untuk melaporkan sikap Gubernur yang dinilai tidak kooperatif dan menghambat jalannya roda pemerintahan.
Menutup pernyataannya, Adhan menyarankan Kadis Kominfo Provinsi Sri Wahyuni Matona agar berhenti menyerang dan lebih fokus memberi nasihat kepada pimpinannya. “Saya akan datang ke kantor Kominfo, biar dia dengar langsung dari saya. Supaya dia paham,” pungkasnya. (rls/luk)