Ponorogo, mimoza.tv — Di sebuah sudut desa di Jawa Timur, tepatnya di Krajan, Plunturan, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, sekelompok anak-anak menari dengan semangat menyala. Mereka adalah bagian dari Sanggar Tari Candra Waskitha, sebuah sanggar kecil yang lahir dari kecintaan pada budaya, dan kini berhasil mengantarkan anak didiknya tampil di panggung internasional — dari Malaysia hingga Bangkok, Thailand.
Pada Minggu (14/9/2025), anak-anak Candra Waskitha tampil membawakan Reyog Ponorogo versi anak-anak dalam ajang Indonesian Cultural Night 2025 di KBank Siam-Pic Ganesha Theatre, Bangkok. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Trade, Tourism, Investment, and Cultural Forum (TTICF) 2025 yang digelar oleh KBRI Bangkok dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Thailand.
Tampil di hadapan sekitar seribu penonton dari kalangan diplomatik, akademisi, jurnalis, dan pecinta seni setempat, anak-anak itu memukau lewat gerak penuh warna, berani, dan tetap menjunjung nilai-nilai asli budaya Reyog Ponorogo.
“Ini bukan sekadar tampil di luar negeri, tapi membawa nama baik tanah kelahiran kami. Kami ingin menunjukkan bahwa anak-anak pun bisa menjadi penjaga warisan budaya,” ujar Wiwin Megawati, pendiri sekaligus pembina sanggar.
Bertumbuh dari Halaman Desa
Wiwin mendirikan sanggar ini pada 2010 dengan semangat sederhana: agar anak-anak tidak kehilangan akar budaya mereka sendiri. Bertahun-tahun, anak-anak berlatih di sela waktu sekolah, tampil di berbagai panggung lokal, menjahit kostum sendiri, dan belajar disiplin lewat seni.
Perjalanan panjang itu akhirnya membawa mereka melampaui tanah Jawa. Sebelum ke Bangkok, sanggar ini juga sempat tampil di beberapa panggung di Malaysia, mengenalkan Reyog Ponorogo pada masyarakat negeri jiran.
Apresiasi untuk Dukungan Orangtua
Wiwin menyampaikan terima kasih kepada Rachmat Budiman, Duta Besar RI untuk Thailand, atas undangan dan dukungan yang diberikan, serta kepada seluruh panitia Indonesian Cultural Night yang telah bekerja keras menyelenggarakan acara.
Namun bagi Wiwin, dukungan paling berarti datang dari para orangtua anak-anak sanggar. “Meski tanpa dukungan penuh dari pemerintah, doa dan semangat dari orangtua menjadi kekuatan utama bagi anak-anak untuk tampil percaya diri dan penuh kebanggaan,” ujarnya.
Menyalakan Semangat Generasi Muda
Bagi Wiwin, setiap langkah kecil anak didiknya di panggung adalah bagian dari perjuangan besar menjaga api budaya.
“Kami ingin anak-anak bangga pada budayanya sendiri, agar mereka tumbuh sebagai generasi yang mencintai dan melestarikan warisan leluhur,” tuturnya.
Kini, setelah 15 tahun berdiri, Candra Waskitha tidak hanya menjadi ruang belajar menari, tetapi juga ruang tumbuh bagi anak-anak untuk belajar disiplin, kerja sama, dan rasa bangga pada tanah kelahiran mereka.
Dari halaman kecil di Plunturan hingga panggung dunia, perjalanan mereka menjadi bukti bahwa cinta budaya bisa menembus batas — bahkan tanpa gemerlap dukungan, selama ada tekad dan keyakinan yang menyala.
Penulis: Lukman.
Editor: mimoza.tv.