Gorontalo, mimoza.tv – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mendesak Pemerintah Pusat menetapkan banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera sebagai bencana nasional. Seruan ini disampaikan menyusul tingginya jumlah korban serta kerusakan luas di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Hingga Sabtu (29/11/2025) sore, sedikitnya 303 orang dilaporkan meninggal dan 279 lainnya masih hilang. Ribuan rumah rusak, akses jalan dan jaringan komunikasi terputus, sementara pasokan kebutuhan pokok mulai langka di banyak titik.
Dorongan Pembentukan Pusat Komando dan Respons Darurat Terpadu
AMSI menilai dampak bencana yang meluas lintas provinsi memerlukan penanganan terpusat. Organisasi ini meminta pemerintah segera membuka pusat komando penanganan di tiga provinsi terdampak agar pengerahan kementerian, lembaga, dan unsur pemerintah dapat berjalan efektif.
Pengerahan tim gabungan BNPB, TNI, Polri, dan Basarnas dinilai urgen untuk membuka akses jalan yang terputus dan memulihkan jaringan komunikasi. Di Sumatera Utara, akses nasional seperti jalur Sidempuan–Sibolga, Sipirok–Medan, serta jalur perbatasan Sumut–Aceh mengalami kerusakan parah.
Distribusi logistik darurat juga diminta diprioritaskan via udara, terutama ke wilayah yang terisolasi total seperti Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. AMSI turut menekankan perlunya dapur umum darurat menggunakan fasilitas mobile kitchen TNI, Polri, dan BNPB. Lonjakan harga kebutuhan pokok, misalnya cabai yang naik dua kali lipat di Padang Sidempuan, menjadi salah satu indikator kelangkaan yang harus segera diatasi.
Data Terintegrasi dan Sinergi Kementerian
AMSI mengingatkan pemerintah pentingnya menyatukan data antarprovinsi agar penanganan tak berjalan parsial. Sinergi kementerian juga diperlukan, mulai dari Kementerian PU untuk infrastruktur darurat, Kominfo untuk pemulihan jaringan komunikasi, hingga Kementerian Kesehatan untuk dukungan medis.
Sorotan Lingkungan dan Dugaan Pembalakan
Selain faktor cuaca ekstrem dan pengaruh Siklon Tropis Senyar, AMSI menilai kerusakan lingkungan ikut memperparah dampak bencana. Temuan gelondongan kayu di berbagai lokasi memperkuat dugaan lemahnya pengawasan tata kelola hutan. AMSI mengingatkan, praktik ekstraktif yang mengabaikan regulasi lingkungan kerap mengorbankan wilayah resapan yang berfungsi melindungi masyarakat.
Organisasi ini juga mendorong investigasi komprehensif terhadap pemicu bencana, termasuk dugaan alih fungsi lahan dan pembalakan liar.
Media Lokal Ikut Menjadi Korban
AMSI memberi perhatian pada kondisi sejumlah jurnalis dan pekerja media yang turut terdampak. Di 14 kabupaten/kota di Aceh, 5 kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta 13 kabupaten/kota di Sumatera Barat, banyak jurnalis kehilangan rumah, terisolasi, dan kesulitan akses bahan bakar untuk operasional.
Dengan jaringan telekomunikasi yang tidak stabil—bahkan beberapa posko mengandalkan perangkat satelit Starlink—AMSI meminta pemerintah memberi akses prioritas bagi jurnalis yang bertugas, termasuk dukungan logistik dan bahan bakar agar fungsi pengawasan publik tetap berjalan.
Informasi dari media anggota AMSI per Minggu (30/11) pukul 10.00 WIB menunjukkan kondisi darurat masih berpotensi berlangsung 2–3 hari ke depan.
Penegasan AMSI
“Kami berharap seruan ini dapat menjadi masukan untuk mempercepat penanganan banjir besar di Sumatera agar warga yang terdampak bisa ditangani secara optimal. Doa kami menyertai seluruh rekan dan sahabat kami yang menjadi korban,” ujar Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika Maryadi, dalam rilis yang diterima.
Penulis: Lukman.



