Dari Kalender Romawi hingga Masehi, Antara Ilmu, Kekuasaan, dan Kesepakatan
Banyak orang menganggap pembagian satu tahun menjadi 12 bulan sebagai sesuatu yang alamiah dan mutlak. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, sistem ini bukan lahir dari hukum kosmos semata, melainkan dari proses sejarah panjang yang melibatkan kebutuhan praktis, kekuasaan politik, dan kompromi budaya.
Menariknya, sistem 12 bulan bukan satu-satunya yang pernah digunakan manusia.
Awalnya Tidak 12 Bulan
Dalam sejarah Barat, sistem 12 bulan bukan berasal dari Yunani Kuno, melainkan dari Romawi awal. Kalender Romawi paling tua, yang sering dikaitkan dengan Romulus (sekitar abad ke-8 SM), hanya mengenal 10 bulan. Tahun dimulai pada bulan Maret dan berakhir di Desember.
Hari-hari di musim dingin tidak diberi nama bulan. Bukan karena orang Romawi tidak memahami waktu, melainkan karena musim dingin dianggap tidak produktif secara sosial dan politik. Tidak ada aktivitas bertani, perang, atau agenda kenegaraan penting. Maka periode itu dibiarkan tanpa struktur administratif.
Kalender pada masa itu bukan alat astronomi, melainkan alat organisasi negara.
Ketika Waktu Mulai Dikendalikan
Masalah muncul ketika sistem 10 bulan terbukti tidak stabil. Musim bergeser, ritual tidak tepat waktu, dan administrasi menjadi kacau. Maka pada masa Raja Numa Pompilius, dua bulan ditambahkan: Januari dan Februari, sehingga genap 12 bulan.
Namun, kalender Romawi tetap bermasalah hingga Julius Caesar melakukan reformasi besar pada 45 SM dengan memperkenalkan kalender Julian. Di sinilah konsep tahun 365 hari dan tahun kabisat mulai diterapkan secara sistematis.
Kalender ini kemudian diwarisi Gereja dan disempurnakan lagi menjadi kalender Gregorian pada abad ke-16, yang hari ini dikenal sebagai kalender Masehi.
Artinya, kalender Masehi bukan sistem yang muncul sekaligus rapi, melainkan hasil tambal sulam sejarah.
Mengapa Angka 12 yang Dipilih?
Secara astronomi, satu tahun matahari berlangsung sekitar 365 hari, sedangkan satu siklus bulan sekitar 29,5 hari. Jika dikalikan, 12 siklus bulan menghasilkan sekitar 354 hari—angka yang relatif mendekati satu tahun.
Angka 12 menjadi kompromi paling masuk akal:
- Tidak terlalu pendek seperti sistem 10 bulan
- Tidak serumit sistem dengan 13 bulan rutin
Pilihan ini bukan kebenaran mutlak, tetapi kesepakatan paling stabil yang bisa dikelola manusia pada masa itu.
Kalender Masehi: Ilmiah, tapi Tidak Netral
Kalender Masehi sering dianggap “paling ilmiah” karena berbasis matahari dan menjaga kestabilan musim. Secara teknis, anggapan ini benar. Namun secara historis dan filosofis, kalender ini tetap produk peradaban tertentu.
Nama-nama bulan masih memuat jejak Romawi:
- Maret dari Mars (dewa perang)
- Juli dari Julius Caesar
- Agustus dari Kaisar Augustus
Lebih dari itu, kalender Masehi menyebar ke seluruh dunia bukan semata karena keunggulan ilmiah, tetapi karena dominasi politik, kolonialisme, dan ekonomi global Barat.
Kalender akhirnya menjadi bahasa administratif dunia, bukan ukuran kebenaran universal.
Catatan Kritis: Kalender Bukan Sekadar Hitungan Waktu
Sejarah kalender mengajarkan satu hal penting:
waktu selalu diatur oleh kepentingan manusia yang berkuasa atasnya.
Apa yang dianggap “normal” hari ini sering kali adalah hasil keputusan masa lalu yang tidak selalu netral. Kalender menentukan:
- Kapan bekerja
- Kapan beristirahat
- Kapan negara memungut pajak
- Bahkan kapan sejarah dicatat atau dilupakan
Karena itu, memahami sejarah kalender bukan sekadar soal tanggal, tetapi soal bagaimana manusia memperlakukan waktu—dan siapa yang berhak mengaturnya.
Penutup
Bahwa hari ini satu tahun terdiri dari 12 bulan bukanlah hukum alam yang turun begitu saja, melainkan hasil perjalanan panjang peradaban. Dari Romawi yang pragmatis, gereja yang administratif, hingga dunia modern yang menuntut standar global.
Kesadaran ini penting, agar kita tidak menelan sistem apa pun sebagai sesuatu yang “pasti benar”, tanpa memahami latar belakangnya.
Sebab dalam sejarah, bahkan waktu pun pernah—dan masih—menjadi arena kekuasaan.
Penulis: Lukman.
Artikel ini di kutip dari berbagai sumber, melalui proses editing, dan menggunakan perangkat kecerdasan buatan.
