Gorontalo, mimoza.tv – Fadli sesekali mengerang kesakitan ketika tim medis memeriksa luka dibagian pelipis dan pipi kirinya. Bocah 7 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar di Petobo ini, satu dari ratusan korban bencana alam yang mengungsi ke Gorontalo.
Meski punya keluarga d Gorontalo, Fadli mengaku belum tau apakah akan melanjutkan sekolahnya disini atau kembali lagi ke Palu.
Saat terjadi bencana gempa tersebut, Fadli menyelamatkan diri di sebuah gudang. Namun karena dahsyatnya gempa yang diikuti gerakan lumpur yang mengeser bangunan, pelipis dan pipinya terkena besi. Mengingat kondisi lukanya yang parah, saat ini Fadli mendapatkan penanganan dari dokter di Rumah Sakit Aloei Saboe Gorontalo.
Hal yang sama juga diungkapkan Naya Rosita. Bocah 11 tahun yang sekolah di SD Inpres Petobo ini mengaku akan melanjutkan pendidikannya di Gorontalo. Saat ini dia bersama ayah dan adik laki laki tinggal bersama nenek mereka.
“Kalau anak anak, akan saya sekolahkan di Gorontalo, disini mereka tinggal bersama orang tua dari almarhum ibu mereka. Sedangkan saya tergantung pekerjaan, jika dapat pekerjaan di Gorontalo, maka akan menetap di si,” ujar Rocky, ayah kandung Naya.
Sementara itu Asman Maratonji, guru Kelas II SD Inpres kelurahan Petobo mengaku belum mengetahui kondisi dan keberadaan para siswa. Dirinya mengaku, saat gempa disertai lumpur tersebut, tak ada satu berkas atau selembar kertas mengenai kependidikan dan belajar mengajar yang dapat diselamatkan.
“Padahal ada banyak berkas dan dokumen penting. Saat peristiwa itu para siswa baru selesai ujian tengah semester. Dimana ujian tengah semester ini selesai pada hari Jumat yang petangnya dilanda gempa dan tsunami,” kata Asman.
Di Petobo yang mengalami likuifkasi, ada sebanyak 2.050 rumah hancur, 120 korban telah ditemukan meninggal. Wilayah terdampak seluas 180 Ha.(Luk)