Gorontalo, mimoza.tv – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III mencapai 5,17 persen dan hal ini dinilai karena berbagai kebijakan pemerintah yang anti-bisnis dan anti-pertumbuhan, demikian ujar tim ekonomi Prabowo-Sandi dalam diskusi di Jakarta, Jumat (9/11).
Ekonom dan anggota PAN Drajad Wibowo menargetkan jika Prabowo-Sandi menang, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bisa tumbuh enam persen hingga 6,5 persen di 2020 dengan memperbaiki kebijakan yang lebih fokus pada sektor pertanian dan pedesaan. Khusus pada sektor pertanian, kubu Prabowo-Sandi ingin bahwa petani bisa hidup lebih sejahtera dan memperkuat peran Bulog.
“Termasuk didalamnya adalah stabilisasi harga bahan makanan. Stabilisasi ini bukan hanya untuk konsumen tapi juga untuk petani, sehingga bulog akan diberi peran yang lebih signifikan untuk mengamankan supaya ketika panen harga tidak terlalu rendah bagi petani, ketika paceklik, tidak terlalu mahal bagi konsumen,” jelas Drajad.
Selain itu, kata Drajad, pihaknya juga akan melakukan reformasi pajak dengan menaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan menurunkan Pajak Penghasilan (PPH) pasal 21, baik untuk korporasi maupun untuk perorangan. Cara ini menurutnya akan meningkatkan penerimaan pajak secara efektif tanpa menakut-nakuti wajib pajak.
Dalam kesempatan yang sama, ekonom senior Rizal Ramli mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sulit tumbuh pada masa sekarang ini. Pasalnya, pemerintah melakukan berbagai pengetatan kebijakan seperti banyak anggaran atau budget Kementerian/Lembaga yang dikurangi. Selain itu, cara pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak dinilai Rizal tidak efektif sehingga menyebabkan ekonomi semakin terpuruk.
“Kebijakan pemerintah pengetatan diketatin, budget dikurangi terus , di uber pajak, tapi cara ngubernya gak canggih. Akibatnya ekonomi yang udah mampet makin nyungsep, kalau diketatkan. Negara lain kalau ekonominya melambat misalnya Eropa, mereka ciptakan stimulus supaya ekonominya tumbuh lebih cepat nanti baru dipajakin dan baru diuber di situ,” kata Rizal.
Menurutnya pemerintah saat ini melakukan cara Bank Dunia, yang melakukan pengetatan untuk membayar utang negara. Padahal menurutnya, hal tersebut justru akan membuat ekonomi semakin melemah.
Menanggapi hal ini, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Irma Suryani, mengatakan Tim Prabowo-Sandi tidak memiliki program yang realistis. Irma mencontohkan program yang disampaikan Prabowo untuk menghentikan impor ketika dirinya terpilih menjadi presiden, yang menurutnya tidak masuk di akal karena negara manapun di dunia yang sekelas Amerika Serikat sekali pun masih melakukan impor.
“Jadi kita gak lihat ada programnya. Programnya itu gak ada. Yang mereka sampaikan itu wacana, tapi programnya sendiri gak ada. Contoh apa bisa negara, atau ada gak negara di dunia ini yang tidak melakukan impor? Tidak ada toh, tapi mereka dengan seenaknya mengatakan kalau menang stop impor misalnya begitu, kan asbun (asal bunyi) banget. Kalau ngomong itu gak pakai data, kalau ngomong seenaknya, ini penipuan publik menurut saya,” kata Irma.
Menurutnya, selama ini yang dijual oleh pihak Prabowo-Sandi hanya selalu mengkritisi kebijakan pemerintah saat ini, tanpa dibarengi dengan dengan solusi yang ditawarkan.
Irma mengatakan bahwa seharusnya tim Prabowo-Sandi menawarkan program yang realistis kepada masyarakat , sehingga masyarakat tidak dibodohi akan statement atau kritik yang tidak dibekali dengan data yang akurat.(gi/em/luk)