Gorontalo, mimoza.tv — Tingginya angka kemiskinan di Provinsi Gorontalo dinilai tidak bisa dilepaskan dari struktur ekonomi daerah yang masih terlalu bertumpu pada sektor primer, khususnya pertanian. Tanpa perubahan arah kebijakan ekonomi, penurunan kemiskinan akan terus berjalan lambat.
Pandangan itu disampaikan Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip, SE., Ak., M.E, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk “Akselerasi Pembangunan dan Kemakmuran Gorontalo” yang digelar di Kota Gorontalo, Senin (15/12/2025).
Menurut Sunarsip, karakter daerah yang basis ekonominya didominasi sumber daya alam mentah, terutama sektor pertanian, secara statistik memang memiliki kemampuan lebih lambat dalam menurunkan angka kemiskinan dibandingkan daerah yang struktur ekonominya ditopang sektor industri.
“Daerah-daerah yang ekonominya didominasi sektor industri, rata-rata penurunan kemiskinannya jauh lebih cepat. Karena industri menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan pendapatan yang lebih tinggi,” jelasnya.
Industrialisasi Jadi Kunci Sunarsip menegaskan, jika Gorontalo ingin mempercepat penurunan angka kemiskinan, maka pilihan kebijakannya relatif jelas.
“Kalau ingin mempercepat penurunan kemiskinan di Gorontalo, solusinya memang cuma satu: percepat industrialisasi,” tegasnya.
Namun, industrialisasi yang dimaksud bukanlah membangun industri secara serampangan. Gorontalo, kata Sunarsip, harus mengembangkan industri yang berbasis pada keunggulan sumber daya alam lokal.
Gorontalo diketahui memiliki potensi besar di sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan. Ketiga sektor ini, menurutnya, seharusnya menjadi fondasi pengembangan industri pengolahan di daerah.
“Tujuan industrialisasi itu bukan sekadar membangun pabrik. Industri harus link and match dengan keunggulan yang dimiliki daerah,” ujarnya.
Hilirisasi dan Orientasi Ekspor Lebih lanjut, Sunarsip menjelaskan bahwa industrialisasi di Gorontalo perlu diarahkan pada hilirisasi, yakni mengolah komoditas mentah menjadi produk bernilai tambah yang siap bersaing di pasar.
Ia mencontohkan sektor perikanan sebagai salah satu peluang besar yang belum tergarap optimal.
“Misalnya, ikan di Gorontalo ini mau dikembangkan jadi apa setelah ada industri pengolahan ikan? Produknya harus bisa diekspor,” kata Sunarsip.
Menurutnya, industrialisasi tidak boleh berhenti pada pemenuhan kebutuhan domestik daerah. Industri justru harus diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan mendorong ekspor.
“Kalau kapasitas produksi naik, industri bisa merekrut lebih banyak tenaga kerja. Di situ efek pengganda ekonominya bekerja,” tambahnya.
Pemerintah Harus Jadi Katalisator Dalam konteks Gorontalo yang masih bergantung pada anggaran pusat, Sunarsip menilai peran pemerintah daerah tetap krusial. Pemerintah tidak harus menjadi pelaku industri, tetapi harus hadir sebagai katalisator yang mempercepat transformasi ekonomi.
Peran tersebut mencakup penyediaan infrastruktur pendukung, kepastian regulasi, kemudahan perizinan, serta kebijakan yang mendorong investasi industri berbasis potensi lokal.
“Tanpa peran aktif pemerintah sebagai penggerak, industrialisasi hanya akan jadi wacana,” ujarnya.
Seminar yang diinisiasi Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Gorontalo, Rachmat Gobel, ini juga menghadirkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Bambang Satya Permana dan Guru Besar Ekonomi Publik UNG Prof. Dr. Amir Arham. Kegiatan ini diharapkan menjadi pemantik perubahan arah kebijakan pembangunan, dari ekonomi berbasis bahan mentah menuju ekonomi bernilai tambah yang lebih berkeadilan.
Penulis: Lukman.



