Gorontalo, mimoza.tv – Tangan Abidin Polingo terlihat sedikit gemetaran saat melipat helai demi helai daun rumbia. Setelah di susun berjejer rapi, barulah di simpul menggunakan tali dari rotan yang di serut halus, begitu seterusnya hingga menjadi sebuah atap daun rumbia.
Pria 78 tahun ini pun mengaku, dari profesi ini dia mampu menghidupi keluarganya.
Diwawancarai di kediamannya Rabu (26/9/2018), Abidin yang berdomisili di Desa Bongoime, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango ini mengaku sudah 52 tahun menjadi pembuat atap daun rumbia.
“Dulu saya bertani, namun setelah berkeluarga, saya lebih fokus usaha ini,” tutur Abidin.
Alasan pria ini, dahulu ketika orang membangun rumah, masih banyak yang menggunakan daun rumbia sebagai atap rumah.
“Awalnya usaha ini lancar dan banyak pemesannya, sampai-sampai dalam pengerjaannya di bantu oleh kedua anak saya,” jelas Abidin.
Pria yang mahir memetik alat musik gambus ini juga menuturkan, untuk sebuah atap rumbia dihargai Rp 7500. Hasil dari penjualan atap daun rumbia pun, Abidin harus menyisihkan sebagian uang pendapatannya untuk membeli bahan baku berupa rotan dan bambu. Sebagian keuntungan untuk membeli kebutuhan sehari hari.
Untuk daun rumbia, dia tinggal mengambilnya dari pohon rumbia yang tumbuh di sekitar tempat dia tinggal.
Seiring berjalannya waktu, kini priduksi atap daun rumbia Abidin mulai menurun. Selain karena usianya yang sudah tua, orang juga sekarang sudah kurang menggunakan daun rumbia untuk atap rumah.
“Sekarang untuk satu hari saja, saya hanya bisa menyelesaikan 10 sampai 15 buah atap daun rumbia, bahkan kurang dari 10. Ini selain faktor fisik, orderan juga kurang. Ditambah lagi pesanan tidak setiap hari, bahkan seminggu tak ada pesanan,” kata Abidin.
Dirinya menjelaskan juga, sekarang jika ada yang memesan atap daun rumbia, sudah jarang di pakai untuk atap rumah. Orang memakai atap daun rumbiah sekarang untuk atap kandang ternak, atap kios atau warung.
“Ada juga yang memesan hanya untuk dekorasi, atau hanya untuk atap dapur saja,” kata Abudin.
Lanjut dia, untuk mendapatkan daun rumbia, dulu dua atau tiga kali dirinya bolak balik mengambil dari sekitar rumah. Namun sekarang, Abidin menggaji orang meski hanya dengan sebungkus rokok untuk mengambil daun rumbia.
“Umur sudah tua begini, saya sudah tak bisa memanjat pohon rumbia lagi. Jalan satu satunya meminta bantuan orang lain,” tandas Abidin.
Meskipun usaha yang sudah digelutinya selama puluhan tahun ini semakin kurang peminat, dirinya tetap akan membuat atap daun rumbia, sekedar untuk kebutuhan keluarga dan mengisi hari tua.
“Hasil dari penjualan atap daun rumbia ini untuk kebutuhan sehari hari saya saja sudah cukup. Empat anak saya sudah berkeluarga semua dan punya pekerjaan masing masing, tinggal saya mengisi hari tua dengan membuat atap daun rumbia,” curha Abidin.
Di akhir wawancara, Abidin mengaku atap rumbia itu ada uniknya. Jika saat terkena air hujan, tidak menimbulkan suara ribut seperti atap seng, dan saat terik panas matahari tetap sejuk.