Gorontalo, mimoza.tv – Sidang perkara pencemaran nama baik dengan terdakwa Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Adhan Dambea, serta Rusli Habibie sekalu korban kembali dilanjutkan di PN TIPIKOR dan Hubungan Industrial Gorontalo, Rabu (29/6/2022).
Dalam sidang tersebut, dua saksi ahli dari pihak korban masing-masing saksi Ahli Pidana dan Ahli Bahasa dihadirkan untuk memberikan keterangan dalam persidangan tersebut.
Sidang yang berlangsung sekitar pukul 13.00 WITA itu diawali dengan mendengarkan keterangan dari saksi ahli pidana, Prof. Mudzakir, dan kemudian dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan dari saksi ahli bahasa.
Menanggapi keterangan dua saksi ahli itu terdakwa Adhan Dambea mengatakan, keterangan maupun penjelasan yang disampaikan oleh saksi ahli pidana dalam persidangan itu tidak ada dasar hukumnya.
“Seharusnya saksi ahli pidana tadi menjelaskan dibarengi dengan dasar-dasar hukumnya, menurut pasal, undang-undang ini dan itu. Yang terkesan keterangan itu hanya menurut dia saja. Begitu juga tadi saksi ahli mengatakan keputusan MK, tapi dia tidak tau putusan MK yang mana dan nomor berapa. Harusnya ahli menguasai itu,” ujar Adhan.
Yang paling jelek kata Aleg Dapil Kota Gorontalo ini, saksi ahli pidana tidak mengakui SKB antara Jaksa Agung, Polri dan Kominfo, serta tidak mengakui juga Pasal 45 dalam Undang-Undang ITE.
“Lah, ini kan sudah berbentuk Undang-Undang, tapi tadi tetap tidak diakui juga. Memangnya saksi ahli ini bisa membatalkan undang-undang?. Meskipun itu adalah hak dari saksi ahli, tetapi sangat disayangkan. Seharusnya apa yang beliau sampaikan itu saya harap menjadi mata kuliah bagi kita semua. Akan banyak ilmu yang kita dapatkan. Tetapi kenyataannya tidak seperti itu,” imbuhnya.
Bahkan kata Adhan, saksi ahli juga dalam penjelasannya justeru sudah masuk di wilayah hukum tata negara.
“Masalah hak imunitas itu bukan wilayah saksi ahli pidana. Tadi sempat disentil bahawa saya melanggar kode etik sehingga hak imunitas itu tidak berlaku. Sekarang pertanyaannya, sebagai terdakwa dari mana saya tau kalau saya melanggar kode etik? Sementara saya tidak di proses melalui Badan Kehormatan di DPRD,” tegasnya.
Seharusnya kata dia, mengambil contoh pada kasusnya Rinto, seorang oknum kepolisian yang bermasalah hukum, dimana di proses dulu secara kode etik dan kemudian selanjutnya menjalani proses pidana umum.
Sementara untuk saksi ahli bahasa kata Adhan, yang bersangkutan hanya menjelaskan juga sesuai dengan disiplin keilmuannya.
“Jadi tadi dari keterangan kedua saksi ahli itu memang berbeda. Kalau ahli pidana mengatakan kata diduga itu tetap ada unsur pidananya. Sementara saksi ahli bahasa mengatakan bahwa setiap kita memberikan pernyataan itu harus diawali dengan kata diduga,” tutup Adhan.
Sidang yang di pimpin oleh Hascaryo SH. MH, serta dua anggota masing-masing; Muh Fahmi Hary Nugroho SH M Hum, dan Irwanto SH. MH. itu kembali akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan dari saksi ahli.
Pewarta : Lukman.