Gorontalo, mimoza.tv – Universitas Negeri Gorontalo (UNG) kembali menjadi sorotan setelah aturan remunerasi yang dikeluarkan oleh Rektor, Prof. Eduwart Wolok, menuai kontroversi di kalangan dosen. Dalam aturan tersebut, dosen diwajibkan untuk memiliki sejumlah SKS (Satuan Kredit Semester) tertentu dalam bidang pendidikan, penelitian, pengabdian dan penunjang, menyebabkan kebingungan dan kekecewaan di kalangan tenaga akademik.
SAD, seorang dosen di UNG, menyampaikan keanehan dalam aturan tersebut. Menurutnya, aturan yang mengharuskan adanya jumlah SKS pada tiga item tridharma PT sebagai tugas dosen (beban kinerja lebih untuk remunerasi) tidak hanya mengecewakan, tetapi juga membuat dosen merasa tidak diakui atas kinerjanya.
“Dalam PO BKD yang kita gunakan untuk pengisian sister jika SKS sudah terpenuhi minimal 12 SKS dan maksimal 16 SKS untuk sertifikasi dosen di lajur A, kelebihannya dimasukkan untuk pembayaran remunerasi sebagai lebihan kinerja di lajur B. Dengan ketentuan maksimal 12 SKS namun, tidak di tentukan berapa SKS untuk masing2 item tridharma Perguruan tinggi tersebut, yang penting lebihan itu maksimal 12 SKS jadi artinya kurang dari 12 SKS pun boleh, mau 1,2,3 atau bahkan 12 silahkan pada item mana saja di lajur B. Yang penting ada lebihan SKS setelah pengisian untuk sertifikasi terpenuhi terserah di item mana saja, jelas SAD.
Dijelaskannya juga, sesuai dengan aturan di Kemendikbud (Kepdirjendikti No.12/E/KPT/2021 tentang PO BKD )di lajur A, serdos itu minimal 12 SKS dan maksimal 16 SKS, atau sesuai dengan yang ada di Pedoman Operasional Kinerja Dosen (POBKD).
“12 SKS ini tidak ditentukan berapa yang di capai di tiga indikator tri dharma. Tapi yang penting, ada kelebihan dari 12 SKS dalam item tersebut. Tidak ditentukan apakah harus 9, 4, atau berapa. Tetapi paling kurang itu ada 12 SKS,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa aturan ini menjadi permasalahan ketika dosen sudah menginput SKS selama satu tahun (2 periode) dan siap untuk menerima pembayaran remunerasi, namun tiba-tiba muncul aturan baru yang mengharuskan jumlah SKS tertentu di lajur B.
“Aturan baru ini menyebabkan banyak dosen terjebak. Meskipun sudah memiliki kelebihan SKS yang signifikan dalam pendidikan, pengajaran, dan penelitian, namun karena adanya persyaratan baru di lajur B, kelebihan tersebut menjadi tidak terhitung. Akibatnya, kami merasa tidak diakui atas kontribusi dan kinerja kami, sudah terlambat bayar kemudian di buat aturan seolah-olah kami dosen yang tidak sesuai pengisiannya, kami itu mengisi beban kinerja itu by system. Jadi begitu terpenuhi indikator sistem langsung berwarna hijau,” ujar SAD dengan nada kekecewaan.
Sementara itu, pihak otoritas di UNG belum memberikan tanggapan resmi terkait masalah ini. Namun, banyak dosen berharap agar kebijakan ini dapat direvisi untuk mengakomodasi keberagaman kinerja dan kontribusi dari tenaga akademik UNG.
Penulis : Lukman.