Gorontalo, mimoza.tv – Sidang pencemaran nama baik antara mantan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie dengan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Adhan Dambea kembali dilanjutkan di Pengadilan TIPIKOR dan Hubungan Industrial Gorontalo, dengan agenda sidang, mendengarkan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa Adhan Dambea, Rabu (10/8/2022).
Dalam persidangan itu Tim Pembela Hak Imunitas (TPHI) AD menyampaikan, ada hal-hal aneh disampaikan oleh para ahli yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Ahli Bahasa misalnya. Kata Adhan, ahli tersebut menerangkan bahwa dalam suatu berita yang belum jelas duduk persoalannya, maka pilihan kata yang paling tepat harus atau wajib menggunakan pilihan kata “diduga, “bisa saja, atau “disinyalir.
“Saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU menjelaskan bahwa pilihan kata ‘diduga’ paling tepat digunakan untuk menghindari adanya tuduhan pencemaran nama baik. Bahkan ahli menerangkan bahwa materi berita media Rekam Fakta tidak bermasalah. Karena ada kata ‘diduga’ dibagian awal dan diakhir berita sehingga tidak ada muatan pencemaran nama baik,” ujar Bathin Tomayahu SH.
Ahli juga kata dia, menerangkan bahwa bahasa itu merupakan rangkaian dari judul, sub judul dan materi yang merupakan suatu rangkaian makna yang tidak dapat dipisahkan, dan judul itu menggambarkan isi dari keseluruhan dari isi berita.
Keanehan lainnya juga kata Bathin, adalah keterangan yang disampaikan oleh Denden Immanudin Sholeh SH. MH, CLA, yang merupakan ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang juga dihadirkan oleh JPU.
“Ahli menerangkan bahwa dalam perkara ini tidak ada perbutan terdakwa yang melakukan perbuatan mendistribusi dan mentransmisisikan. Tetapi menurut ahli, yang mendistribusi dan mentransmisi adalah wartawan medlia Rekam Fakta dan bukan terdakwa dalam hal ini saya,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama juga, Hirsam Gustiawan, salah satu anggota TPHI AD, soal ahli yang menjelaskan tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) antara jaksa Agung, Kapolri dan Menkominfo. Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya, sebelum APH memproses pengaduan atas delik penghinaan dan atau pencemaran nama baik UU ITE.
“Dalam persidangan, ahli yang dihadirkan oleh JPU itu menerangkan bahwa ahli merasa heran kenapa penyidik tidak mengindahkan SKB 3 lembaga ini, dengan tetap melanjutkan proses perkara ini sampat pada tahap persidangan. Padahal saat penyidikan, menyangkut ketentuan dalam SKB tersebut ahii sudah sampaikan sebanyak 3 (tiga) kali kepada Penyidik Polda Gorontalo,” tutur Hirsam.
Sementara itu Adhan Dambea selaku terdakwa dalam kasus itu mengungkapkan, bagi dirinya apa yang disampaikan baik oleh saksi maupun tim pembelanya itu adalah hal yang normatif. Tetapi kata Aleg dapil Kota Gorontalo ini, terasa aneh jika keterangan itu justeru disampaikan oleh beberapa ahli yang dihadirkan oleh JPU, tetapi justru tidak menjadi bahan pertimbangan JPU dalam melakukan penuntutan.
Pewarta : Lukman.