Gorontalo, mimoza.tv – Sebagai bentuk perhatian kepada penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang (Narkoba), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo mengadakan kegiatan seminar tentang rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkotika melalui pendekatan restorative, yang digelar di Ruang Ujian S3 lantai II Gedung Pasca Sarjana Universitas Negeri Gorontalo, Senin (18/7/2022).
Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Haruna, SH., MH saat memberikan sambutan pada kegiatan itu menyampaikan, selaim merupakan rangkaian dari peringatan Hari Bhakti adehyaksa ke 62, kegiatan tersebut dilaksanakan didasari dengan rencana aksi pelaksanaan Peraturan Jaksa Agung RI menetapkan pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Retoratif.
“Hal ini merupakan pelaksanaan asas dominus litis Jaksa yang dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan,” ujar Haruna.
Dimana lanjut Haruna, restorative dan kemanfaatan serta mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Sementara asas pidana sendiri kata dia, sebagai upaya terakhir atau ultimum remidium, cost and benefit analysis dan pemulihan pelaku.
Dihadapan Forkopimdan dan sejumlah pejabat lainnya haruna menjelaskan, permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan masalah kemanusiaan dan membawa dampak kerusakan multi-dimensional.
Menurutnya, munculnya berbagai kerugian yang dialami oleh bangsa ini tidak hanya kerugian ekonomi dan sosial, tetapi menyebabkan korban meninggal dunia cukup banyak dan melemahannya karakter individu yang berarti juga melemahnya ketahanan masyarakat sebagai awal kehancuran suatu bangsa.
“Hampir tidak ada wilayah di Indonesia yang bersih dari kondisi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dan inilah yang membuat kondisi negara kita darurat narkoba. Kondisi yang memprihatinkan ini juga terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Bukan Hanya itu, dalam hal penegakan hukum juga menemui berbagai masalah. Antara lain adalah sistem peradilan pidana yang Sebagai wujud pelaksanaan instruksi tersebut,” jelas Haruna.
Jaksa Agung sendiri kata dia, telah menetapkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Upaya tersebut kata dia, sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020, tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020-2024, serta RPJMN 2020-2024 disusun rencana perbaikan system hukum pidana melalui Pendekatan keadilan restorative.
Kondisi saat ini kata dia, penghuni Lapas melebihi kapasitas (overcrawding) dan sebagian besar penghuninya adalah narapidana tindak pidana narkotika yang bersifat lunitif. Sehingga kata Haruna, perlu perhatian khusus dari pemerintah khususnya Aparat Penegak Hukum.
“Berdasarkan data tahun 2022, jumlah penghuni Lapas/Rutan seluruh Indonesia ada 278.737 orang. Dari jumlah itu, 134.741 diantaranya merupakan narapidana dan tahanan perkara tindak pidana narkotika, dan ada 119.373 orang merupakan penyalahguna, pecandu atau korban penyalah guna. Berbagai upaya telah dillakukan untuk menekan angka yang tidak sedikit. Salah satunya adalah penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan mengedepankan keadilan. Dalam pelaksanaan rehabilitasi juga terdapat kesulitan utamanya ketersediaan tempat rehabiitasi yang terbatas, serta tidak terdapat pada setiap kota atau kabupaten,” tutup Haruna.
Pewarta : Lukman.