Gorontalo, mimoza.tv – Sudah sepatutnya apresiasi diberikan kepada Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resort Kabupaten Mojokerto yang telah menjatuhkan hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia bagi MA (20) terpidana kasus persetubuhan terhadap anak di Mojokerto. Langkah yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum di Mojokerto juga merupakan bentuk perlindungan Negara terhadap anak-anak korban kejahatan seksual.
“Kami memberikan apresiasi terhadap keberanian dan terobosan yang dilakukan para Aparat Penegak Hukum di Mojokerto, serta Lembaga Masyarakat yang telah mendampingi korban hingga ada keputusan hukuman tambahan dalam bentuk tindakan kebiri kimia,” tegas Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar saat mewakili Menteri PPPA memberi apresiasi kepada Aparat Penegak Hukum di Mojokerto yang menjatuhkan hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia dan Lembaga Masyarakat pendamping anak di Mojokerto, Jawa Timur, lewat rilis Nomor: B-178/Set/Rokum/MP 01/08/2019 yang diterima wartawan mimoza.tv.
Hal ini kata Nahar, diartikan bahwa proses hukumnya telah melaksanakan amanah Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
“Terobosan ini patut menjadi contoh bagi Aparat Penegak Hukum lainnya untuk memilih jenis hukuman yang dianggap tepat dengan tingkat kejahatan yang dibuat oleh seorang pelaku, karena memang instrumen hukum ini sudah seharusnya dilaksanakan untuk memberikan perlindungan lebih dan rasa keadilan bagi korban anak dan keluarganya,” kata dia.
Berdasarkan Pasal 81 ayat (5) dan ayat (7) Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik dikenakan kepada pelaku yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari 1orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia.
Hakim Anggota PN Mojokerto, Erhammudin mengatakan bahwa pengadilan atau seorang hakim dalam mengadili sebuah perkara selalu mempertimbangkan aspek keadilan, aspek kepastian hukum, dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Pengadilan dalam mengadili sebuah perkara selalu memposisikan dirinya netral atau berdiri di tengah. Banyak pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutuskan sebuah perkara, baik mempertimbangkan masyarakat, korban, maupun terdakwa/terpidana itu sendiri. Putusan apapun itu, pasti akan menyakitkan bagi salah satu pihak. Majelis tidak pernah membenci terdakwa/terpidana, namun perbuatannyalah yang berusaha kami tekan agar tidak terjadi lagi. Siapa pun boleh menilai apakah putusan itu adil atau tidak. Namun, ada 3 aspek yang dipegang hakim dalam memutuskan sebuah perkara. Pertama, aspek keadilan, baik bagi korban, terdakwa/terpidana, maupun masyarakat. Kedua, aspek kepastian hukum. Ketiga, manfaat terbaik bagi masyarakat. Kami berharap putusan kami merupakan keputusan terbaik bagi penegakan peraturan perlindungan anak,” ungkap Erhammudin.
Usai memberikan apresiasi kepada para Aparat Penegak Hukum Mojokerto, Kemen PPPA melakukan kunjungan ke rumah salah satu anak korban kejahatan seksual yang dilakukan oleh terpidana. Dalam kunjungan tersebut, Nahar mengingatkan, ke depan kita memang harus fokus pada pelaksanaan pidana pokok terpidana dan mempersiapkan secara teknis pelaksanaan hukuman kebiri kimia yang disertai upaya rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Namun, langkah hukum juga harus dibarengi dengan perlindungan bagi anak korban. Kita juga harus bersama-sama merumuskan penanganan, pemulihan psikologis dan pemenuhan hak anak korban.
“Anak korban telah mengalami penderitaan fisik dan psikis, yang tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan efek traumatis dalam jangka waktu yang lama. Pendampingan psikologis harus terus diberikan secara berkelanjutan sampai anak korban benar-benar pulih dari kondisi traumanya. Selain itu, konseling kepada keluarga dan edukasi kepada lingkungan sekitar anak korban juga perlu dilakukan sebagai upaya proses reintegrasi sosial anak korban,” tutur Nahar.
Kemen PPPA juga melakukan kunjungan ke Lapas Pemasyarakatan Mojokerto untuk melihat kondisi terpidana dan menggali keterangan tambahan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pelaksanaan pembinaan, baik selama menjalani pidana pokok maupun upaya pemulihan dalam menjalani hukuman tambahan.(luk)