Gorontalo, mimoza.tv – Anggota Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo Adhan Dambea mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) berupa pidana penjara selama satu tahun. Tetapi di satu sisi dirinya sangat menyesalkan bahwa JPU menganggap keterangan yang disampaikannya dalam persidangan kasus pencemaran nama baik itu dianggap berbelit-belit.
Sebaliknya kata dia, jika JPU itu normatif, maka seharusnya apa yang disampaikannya dalam persidangan itu tidak dianggap berbelit-belit.
“Yang saya sampaikan dalam persidangan itu soal adanya pergeseran anggaran sebanyak 16 kali dalam satu tahun, yakni tahun 2019. Bulan Maret sebanyak lima kali, dan pada bulan Mei sebanyak sebanyak 11 kali. Ini sangat disayangkan dan tidak ditanggapi oleh JPU. Saya katakan dan ungkapkan yang benar, tetapi justeru dianggap berbelit-belit,” ujar Adhan kepada awak media, Minggu (7/8/2022).
Selain membeberkan pergeseran anggaran, dalam siding juga Aleg Dapil Kota Gorontalo ini menyampaikan soal catatan Majalah Tempo . Adhan menyampaikan, sebelum terbit catatan dalam majalah tersebut, dirinya pernah diceritakan oleh mantan Kajati.
“Tahun 2019 sebelum saya diambil sumpah jadi Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, saya sudah disampaikan oleh pak Firdaus bahwa ada surat PPATK bahawa ada dana yang mengalir ke rekening Rusli Habibie. Ini merupakan surat dari PPATK ke Kejati. Karena yang minta surat PPATK itu adalah Kejati,” tegas mantan Wali Kota Gorontalo ini.
Lanjut Adhan, anehnya kalau melihat perkara pencemaran nama baik ini, dirinya merasa kejaksaan tidak pernah tertarik dengan masalah dugaan korupsi yang melibatkan mantan Guberbur Gorontalo Rusli Habibie. Padahal data-datanya sudah cukup.
Kata dia, jika dikaitkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Jaksa Agung, Kapolri, dan Menkominfo , maka disitu jelas-jelas antara pencemaran nama baik dan kasus korupsi, maka yang harus didahulukan adalah kasus korupsinya.
“Saya tanggai 21 Mei 2021 melaporkan dugaan korupsinya Rusli Habibie. Sementara Rusli Habibie melaporkan saya ke Polda Gorontalo itu tanggal 6 Juni tahun 2021. Maka laporan saya yang duluan. Kalau mereka serius, seharusnya laporan saya dulu yang ditangani,” tegas Adhan.
Persoalan lainya yang diungkapkan Adhan adalah, jelas dalam putusan Pengadilan Negeri Gorontalo tentang perkara Rusli Habibie yang kala itu menjabat sebagai Bupati Gorontalo Utara.
Dalam poin ke 6 huruf B itu kata Adhan, tertulis bahwa Kapolda Gorontalo melakukan proses hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi oleh Rusli Habibie saat menjabat sebagai Bupati Gorontalo Utara, sesuai dengan permintaan KPK Nomor : R-600/25/04/2013 tanggal 26 April 2013.
“Ini saya perlihatkan semua bukti-bukti itu di Lembaga resmi yakni pengadilan. Toh juga tidak ditanggapi. Rupanya mereka tidak tertarik. Itu terserah mereka. Tetapi sangat jelas tebang pilih dalam penindakan soal korupsi,” imbuhnya.
Adhan juga menyentil soal instuksi Jaksa Agung kepada seluruh kejaksaan soal peningkatan performa atau kinerja dalam hal penanganan korupsi. Bahkan untuk instruksi tersebut dirinya mengaku telah mengirim surat ke beberapa Lembaga negara.
“Kita akan lihat seperti apa implementasi dari instruksi Jaksa Agung itu. Bahkan terkait hal ini saya juga sudah menyurat ke Presiden, tembusannya ke Jaksa Agung, Kapolri, ke Kementerian, Kompolnas, dan Komisi Kejaksaan. Artinya, supaya kejaksaan ini memperhatikan benar dan serius dengan apa yang menjadi instruksi Jaksa Agung tersebut,” tutup Adhan.
Pewarta : Lukman.