Gorontalo, mimoza.tv – Ada yang menarik disampaikan Sarlis Mantu saat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Kota Gorontalo, yang digelar di salah satu hotel di Kota Gorontalo, Selasa (17/9/2019).
Sarlis mengungkapkan, kondisi nelayan di Kota Gorontalo saat ini, jauh berbeda dengan nelayan di daerah lain. Dia mencontohkan, dari segi bantuan pemerintah kepada nelayan yang ada di Kabupaten Gorontalo yang notabene pencahariannya di danau Limboto, berbeda dengan mereka yang di Kota Gorontalo.
“Nelayan yang ada di Danau Limboto, mereka mendapatkan bantuan mulai dari perahu, mesin tempel, hingga katinting. Akhirnya kalau bandingkan, nelayan Kota Gorontalo terlalu miskin dibanding mereka,” kata Sarlis.
Padahal menurutnya, nelayan yang ada di Kota Gorontalo ini jauh lebih hebat dari nelayan yang ada di daerah lainnya.
“Bahkan saking hebatnya, kita ini sudah pernah menerima penghargaan dari Kementerian Perikanan, bahkan sudah dua kali masuk istana diundang Presiden ke istana, yakni istana Merdeka Jakarta dengan Istana Bogor,” curhat Sarli pada kegiatan tersebut.
Ironisnya lagi kata dia, sejak Tempat Pelelangan Ikan (TPI) diambil alih Pemprov Gorontalo, justru malah menimbulkan sejumlah persoalan.
“TPI sudah berubah status, dari Tempat Pelelangan ikan sudah berubah menjadi Tempat Pendaratan Ikan dari segala penjuru. Ingat di Kota Gorontalo juga ada nelayan. Coba kalau ikan dari segala penjuru masuk ke Kota Gorontalo, terpaksa hancur harga ikan di Kota Gorontalo, hancur juga nelayannya,” terang Sarli.
Kata dia, Kota Gorontalo itu dianggap sebagai pilot project-nya Provinsi Gorontalo, namun saja yang perlu diingat jangan sampai pilot project tersebut malah merugikan masyarakat yang ada diKota Gorontalo.
“Contoh belum lama ini, kita menunggu musim ikan nike. Tapi apa yang terjadi, sebelum nike di musim ikan nike di Gorontalo, yang dari daerah lain seperti Mamuju, Poigar, Sulawesi tengah, semuanya masuk Kota Gorontalo. Begitu harga ikannya kita jual 800 ribu, yang di daerah lain tinggal dijual 250 ribu sampai 300 ribu saja,” ungkap Sarlis.
Padahal menurutnya, biaya operasional nelayan yang ada di Kota Gorontalo sangat besar. Daerah penangkapan nelayan Gorontalo sampai di perairan Maluku.
Pulang dengan hasil tangkapan kata Sarlis belum pasti bisa meraup untung. Saat kapal mereka sandar di TPI Gorontalo, mereka sudah tidak bisa menjual ikan lagi dengan harga yang bagus. Hal ini dikarenakan ikan yang daer daerah lain sudah duluan masuk TPI Kota Gorontalo.
“Yang saya pertanyakan ini adalah status dari TPI itu sendiri. TPI ini adalah tempat pendaratan ikan, artinya ikan yang didaratkan disini harus ikan yang dari laut. Bukan ikan yang didaratkan lewat mobil. Yang berikutnya juga, tidak ada aturan, ikan yang dari TPI di daerah lain, masuk ke TPI yang ada disini. Seharusnya ikan yang dari TPI masuk ke pasar bukan ke TPI lagi,” tandas Sarlis.
Diakhir curhatnya Sarlis berharap, pemerintah bisa memperhatikan nasib nelayyan yang ada di Kota Gorontalo.(luk)