Gorontalo, mimoza.tv – Dampak wabah virus corona bagi perekonomian Indonesia dinilai oleh Bobby Rantow Payu, S.Si, ME, sama keadaannya pada waktu krisis moneter (Krismon) pada tahun 1998 silam. Bahkan kata dia, dampak tersebut lebih parah dari Krismon tahun 1998.
Pada 1998, Indonesia di landa krisis moneter, yang juga menyapu sebagian besar negara-negara Asia Timur. Ekonomi Tanah Air terpukul parah hingga menyeret Presiden Soeharto turun tahta.
Dosen Ekonomi di Universitas Negeri Gorontalo (UNG) ini mengatakan, dalam jangka pendek, wabah corona yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia ini menimbulkan kepanikan terutama di sektor keuangan.
“Jadinya terjadi panic selling di hampir semua bursa saham di dunia termasuk Indonesia. Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok hingga ke titik 4109-4200 itu buktinya. Nilai IHSG ini setara dengan IHSG pada tahu 2015an. Jika penangangan corona tdk maksimal sprt skrg ini, nilai IHSG bisa turun lebih dalam lagi,” kata Bobby, diwawancarai Sabtu (21/3/2020)
Dalam jangka menengah (paling tidak 1 tahun kedepan) kata dia, efek corona jika semakin parah tentunya bisa membuat pemerintah membuat kebijakan Lockdown.
“Saat ini baru Jakarta yang sudah memberlakukan semi locwkdown untuk dua minggu kedepan. Jika kebijakan ini diambil maka perputaran ekonomi di sektor riil dipastikan akan terganggu. Jika sektor riil terganggu maka akan menambah tekanan terhadap sektor keuangan. Pada akhirnya kombinasi pelemahan di kedua sektor ini akan membuat perekonomian bisa terancam resesi. Ini yang jadi dasar mengapa Menkeu mengeluarkan statement bahwa skenario terburuk adalah pertumbuhan ekonomi kita bisa 0 persen di tahun ini,” ucap Bobby.
Di singgung soal nilai tukar, dia mengatakan, ini termasuk gejolak di sektor keuangan. Penyebabnya selain panic selling, juga karena kebijakan Bank Sentral Amerika yang terus memberikan insentif bagi perekonomian dengan memotong suku bunga acuan.
Ekskpektasi lanjut Bobby, akan membaiknya perekonomian Amerika tersebut yang menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar. Hal yang sama juga berlaku bagi mata uang negara lain.
“Efek pelemahan rupiah menurut saya ada beberapa macam. Pertama, terhadap APBN. Asumsi nilai tukar dalam APBN 2020 adalah sebesar 14.400. Pelemahan nilai tukar menjadi Rp 16.000 tentunya sangat berdampak pada asumsi penerimaan dan pembayaran utang+bunga. Yang ke dua, terhadap keseimbangan transaksi pembayaran (balance of payment/BOP). Melihat trend ke belakang bahwa nilai BOP kita yang pada umumnya selalu defisit, maka pelemahan nilai tukar akan meningkatkan nilai defisit transaksi berjalan kita bila diukur dalam rupiah. Artinya dengan jumlah defisit yang sama dalam dollar, namun akan lebih besar bila dihitung dengan rupiah,” jelas Alumni Universitas Padjajaran ini.
Pelemahan nilai tukar juga kata dia bila tidak diintervensi akan menjadi ancaman yg cukup serius bagi perekonomian negara.
“Tapi kemampuan intervensi juga dihadapkan pada besarnya cadangan devisa yang dimiliki oleh BI. Jadi saya melihat, pada situasi kali ini BI masih berhati-hati dalam intervensi pasar. Karena mempertimbangkan efektivitasnya dan ketercukupan cadangan devisa,” kata dia.
Jika di bilang krisis akibat corona ini bisa lebih parah dari sekitar 20 tahun lalu, Bobby berasalan karena krisis 98 hanya di aspek politik yang kmudian berdampak kesektor keuangan.
“Kalau yang sekarang beda. Sektor riil juga terdampak, dan bukan hanya di Indonesia, tp seluruh dunia,” terang Bobby.
Solusinya jangka pendeknya menurut dia, kebijakan pemerintah harus tegas dan konsisten.
“Saya liat saat ini koordinasi antar pemerintah bisa dibilang lemah. Baik antara pemerintah pusat dengan daerah maupun sesama pemerintah daerah. Contohnya saat covid mulai mereda pusat menyerahkan kebijakan ke daerah. Tapi ada daerah melakukan kebijakan lockdown malah dilarang. Kan tidak konsisten namanya,” kata ekonom ini.
Bukti lain kata Bobby, di Gorontalo sendiri antara Pemda tidak sepakat.
“Ini potensi ancaman. Karena virus tidak mengenal daerah. Jadi jika Gorontalo ingin melindungi, seharusnya dari sekarang ambil kebijakan tegas. Misalnya melarang dengan tegas keluar dan masuk ke Gorontalo. Apapun alasannya,” pungkas Bobby. (luk)