Goromtalo, mimoza.tv – Dosen Ekonomi, Universitas negeri Gorontalo (UNG) Bobby Rantow Payu mengungkapkan, dampak virus corona terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PE) Indonesia secara langsung tidak akan begitu besar. Namun saja hal itu bisa berpotensi akan menunkan jumlah kunjungan wisatawan China untuk datang di Indonesia. Menurut Bobby, virus tersebut lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (PE) Indonesia, lantaran PE China juga yang tertekan.
Dirinya mengatakan, setiap 1 persen penurunan PE China, bakal menyebabkan ekonomi di Indonesia juga tertekan 0,3 persen. Hal itu kata dia, lantaran China merupakan salah satu jalur masuk utama permintaan komoditas Indonesia. Selain itu juga, permintaan China juga akan memengaruhi harga komoditas andalan Indonesia, seperti batubara dan kelapa sawit.
“Artinya corona akan berdampak pada koreksi PE Indonesia antara 0.6 -1 persen. Jika total PDB tahun 2019 kurang lebih 15.000 triliun, maka potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat virus corona ini sekitar 150 triliun, bahkan lebih,” kata Bobby saat dihubungi wartawan mimoza.tv, Sabtu (8/2/2020).
Lanjut dia, jika diasumsikan APBD Provinsi Gorontalo sekitar 2 triliun, dan rata-rata APBD Kab/Kota di Provinsi Gorontalo sekitar 1 triliun, maka dampak virus ini, setara dengan 75 tahun APBD Provinsi, atau setara dengan kurang lebih 20 kali lipat dari total APBD Provinsi Gorontalo ditambah dengan APBD di Kabupaten/Kota.
Kata alumnus Universitas Padjajdaran ini, contoh daerah terdekat yang terdampak itu adalah Manado, Sumawesi Utara. Menurutnya, ditutupnya akses penerbangan dari China ke Manado dampaknya sangat terasa.
“Dengan ditutupnya penerbangan China ke Manado dan sebaliknya, berapa ribu potensi kehilangan turis ke manado. Kita asumsikan saja jika rata-rata turis menginap tiga malam, dengan total belanja per hari sebesar 2 juta, maka ada 6 juta yang dibelanjakan setiap wisatawan selama tiga hari. Berarti ada 66 miliar potensi hilangnya di Manado,” jelas Bobby.
Selain di dunia pariwisata, pelambatan PE di China kata dia akan memperlambat permintaan sektor lainnya seperti minyak sawit atau batubara.(luk)