Gorontalo, mimoza.tv – Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta masyarakat untuk menahan diri melakukan pawai atau bentuk mobilisasi massa lainnya setelah pencoblosan, 17 April mendatang.
Tito menegaskan polisi tak akan memberi izin kepada mereka yang hendak melakukan mobilisasi massa.
“Meminta masyarakat untuk tidak melakukan pawai, syukuran, atau apapun mobilisasi massa untuk menunjukkan kemenangan karena nanti akan memprovokasi pihak lainnya,” ujar Tito dalam rapat gabungan di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM, Senin (15/4) dilansir dari CNNIndonesia.
Tito mendasari keputusannya itu pada UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Jika ada mobilisasi massa setelah pencoblosan, ia khawatir akan ada gesekan yang muncul di tengah masyarakat.
Dia juga mengimbau menerapkan prosedur yang berlaku seperti melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bila menemukan dugaan pelanggaran dalam proses pemungutan suara.
“Sehingga kalau ada yang dianggap melanggar, tidak dalam bentuk mobilisasi massa. Kalau dalam bentuk mobilisasi massa, maka Polri tidak akan memberikan izin,” ujarnya.
Menko Polhukam Wiranto mengatakan aparat keamanan menunggu hitung resmi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Wiranto mewanti-wanti ada potensi kericuhan jika ada pihak yang ngotot turun ke jalan untuk melakukan pawai kemenangan berdasarkan hasil penghitungan cepat. “Ini sesuatu yang dianjurkan tidak dilakukan. Jangan dilakukan. Karena akibatnya akan membuat sesuatu menjadi ricuh,” kata Wiranto.
Wiranto pun mengutip Pasal 6 UU No.9/1998 yang berbunyi agar penyampaian pendapat tidak mengganggu ketertiban umum, tidak mengganggu kebebasan orang lain, dalam batas etika dan moral, serta tidak mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
“Kalau syukuran kemenangan di rumah masing-masing boleh, di rumah tetangga boleh. Tapi kalau umum akan dilarang aparat kepolisian,” tutup Wiranto.(luk)