Gorontalo, mimoza.tv – Hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis memiliki pengaruh terhadap perkembangan hukum di Indonesia. Bahkan Hakim ketika menghadapi suatu perkara yang mana tidak ditemukan pengaturannya dalam hukum tertulis maka Hakim wajib menggali nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat guna memutus perkara tersebut. Artinya adalah hakim harus mengerti perihal hukum adat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Membahas hal tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi / Hubungan Industrial Gorontalo Kelas 1A Dr. Prayitno Iman Santosa, SH MH, mengadakan diskusi dan pertemuan bersama para hakim, tokoh dan pimpinan Lembaga Adat Gorontalo, para Baate dan Pemuka Adat 5 Negeri, Uduluwo Limo Lo Pohalaa, di Ruang Serba Guna Pengadilan Negeri Gorontalo, Kamis (26/8/2021).
Ketua Lembaga Adat Gorontalo, Drs. Hi, Abdullah Paneo dalam kesempatan itu menyampaikan, pertemuan dan sarasehan tersebut merupakan langkah awal untuk membangun daerah adat melalui rekonstruksi hukum adat di daerah Gorontalo.
“Kodifikasi Hukum adat memerlukan banyak instrumen dan variable, dan hal ini tidaklah mudah. Langkah awalnya adalah melakukan penelusuran dan pengumpulan berbagai literatur yang berkaitan dengan penerapan hukum adat,” ucap Abdulah.
Untuk itu lanjut dia, dibutuhkan keseriusan semua pihak baik dari akademisi, para peneliti, tokoh adat, tokoh masyarakat serta semua stake holder terkait. Apalagi Gorontalo gorontalo sendiri memang dikenal sebagai salah satu dari 19 Daerah adat di Indonesia (van vallenhoven).
Pada kesempatan itu juga Ketua Pengadilan Negeri Dr Prayitno Iman santosa memberikan pandangan bahwa penerapan hukum adat saat ini sudah sangat mendesak. Dirinya mengaku bahwa beban di pengadilan Negeri saat ini sangat.
“Kami menangani perkara dari tindak pidana ringan sampai pidana khusus. Jumlah perkara juga sangat banyak dan sampai menyentuh angka 1000an perkara. Kami berharap dengan adanya perkara perkara yang menurut adat dapat diselesaikan secara adat dan norma budaya Gorontalo, maka hal itu sangat membantu kinerja Pengadilan menyelesaikan tunggakan perkara. Ini juga tentunya dapat lebih memberi rasa keadilan bagi masyarakat Gorontalo,” kata Prayitno.
Dirinya menegaskan, memang hal tersebut akan membutuhkan perjuangan panjang hingga hukum adat Gorontalo dapat eksis dan diberlakukan di Gorontalo.
“Kita akan butuh Perda, butuh dukungan dewan, butuh dukungan pemerintah dan pada akhirnya masyarakat Gorontalo akan mendapatkan perhatian exklusif untuk menentukan hukumnya sendiri, sepanjang itu tidak bertentangan dengan Hukum Nasional dan undang-undang dasar kita. Maksud Hukum adat diterapkan adalah terciptanya Kehidupan yang harmonis dalam kehidupan masayarakat tutupnya.
Terpisah, Bayu Lesama Taruna selaku Humas Pengadilan Negeri, Tindak Pidana Korupsi dan Hubungan Industrial Gorontalo, menyampaikan, diskusi awal ini akan dilanjutkan dengan pertemuan yang lebih komprehensif, dengan melibatkan berbagai stake holder.
“Karena kodifikasi dan rekonstruksi hukum adat tidak mudah. Tujuan utama dari gagasan tersebut adalah terciptanya penegakkan hukum yang harmonis, khususnya bagi masayarakat pencari keadilan,” pungkas Bayu.(rls/luk)