Gorontalo, mimoza.tv – Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo resmi menetapkan 4 (empat) orang tersangka pengadaan lahan dalam kasus dugaan korupsi Mega Proyek Gorontalo Outer Ring Road (GORR).
Dalam press release Kamis (27/6/2019) tersebut tertulis, penetapan ke empat tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Nomor : Print-336/R.5/Fd.1/07/2017 tanggal 10 Juli 2017 Jo. Print-4644/Fd.1/05/2018 tanggal 31 Mei 2018 Jo. Print-900/R5/Fd.1/10/2018 tanggal 04 Oktober 2018.
Adapun inisial nama tersangkanya yang tertulis dalam press release tersebut adalah: G.TW Mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Gorontalo, selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah GORR Tahun 2014 s/d 2017. A.W.B, Mantan Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Gorontalo/KPA/Pejabat Pembuat Kuritrnen Instansi yang memerlukan tanah juga selaku Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah. F.S, selaku Direktur IOPP Anas Karim. Ibr (Koordnator Lapangan) selaku Penilai / Surveyor KJPP Anas Karim.
“Perhitungan Kerugian negara sementara kurang lebih sebesar Rp. 85 miliyar, dengan perbuatan para tersangka disangkakan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana di atur diancam pidana Primair pasal 2 ayat (1) Jo, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidiair Pasal 3 Jo serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Lebih Subsidiair pasal 9, kata Dewilmar dalam press releas tersebut.
Dalam realeas itu juga Dewilmar menjelaskan, perhitungan kongkritnya akan dilakukan oleh BPKP perwakilan Gorontalo.
“Kita sudah melakukan evaluasi terhadap alat bukti dengan barang bukti dengan BPKP dan sudah mencapai Finalisasi,” terang Kajati Firdaus.
Kajati juga menjelaskan, tersangka telah menyalahgunakan kewenangan dengan cara membuat dokumen pengadaan tanah dengan cara tidak benar.
”Seharusnya dokumen tanah itu, dibuat secara benar dan diberikan kepada penerima ganti rugi yang punya etikat baik serta legal standing dan alas Hak yang tepat.” Ujar dia.
Dewilmar juga menyebutkan, Alas Hak yang benar sesuai tercantum dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2012, serta Peraturan Presiden (Perpres) nomor 71 tahun 2012, ditambah dengan 100% lahan tanah negara, 20% diatas lahan negara sudah diletakkan hak atas tanahnya.
”Sedangkan hampir 80% status alas haknya tidak masuk kedalam hak kepemilikan hak atas tanah, tetapi penguasaan peluang diatas tanah. sehingga mengacu kepada pasal-pasal yang ada di dalam peraturan tadi.” ungkapnya lagi.
Kata dia, sesuai peraturan perundang-undangan proses pembayaran ganti rugi seharusnya diberikan kepada pihak yang berhak.
”akan tetapi, berdasarkan penyidikan kami terdapat penyimpangan. Anggaran negara itu dibayarkan kepada pihak yang tidak berhak, itulah yang menjadi potensi kerugian negara,” pungkas Dewilmar.(luk)