Oleh : Funco Tanipu
Apa yang bisa kita pelajari dari Piala Dunia 2022 di Qatar?
Ada dua hal yang bisa kita pelajari yaitu euforia dan tepuk tangan. Baru menang sekali saja melawan Argentina, Arab Saudi sudah euforia luar biasa. Tepuk tangan membahana. Banjir hadiah.
Bagi mereka, itu seperti Final Piala Dunia, padahal belum. Itu hanya tepuk tangan saja. Sesaat.
Tapi apa yang bisa kita lihat pada Argentina? Milyaran cercaan yang mereka terima dan jutaan olok-olok. Tapi apakah mereka pasrah pada keadaan? Tidak.
Mereka berupaya untuk melawan keadaan, memaksa diri, berlatih lebih keras dan mempertaruhkan segalanya. Dari itu, mereka bisa mengalahkan Polandi dan Meksiko, hingga menjadi juara Grup.
Mereka menaruh harapan setinggi langit, mereka tahu bahwa kekalahan sekali bukan akhir dari segalanya, bukanlah kiamat. Mereka tetap berjuang, hingga tetes darah penghabisan.
Apalagi yang lain? Fakta bahwa Korea Selatan tidak mungkin lolos ke fase perdelapan final. Bayangkan, mereka kalah dengan Ghana, dan memetik nilai seri dengan Uruguay, hingga menempatkan mereka di posisi juru kunci grup. Tidak ada yang membayangkan mereka bisa lolos, karena pada laga terakhir, mereka akan menang melawan Portugal. Tapi, tak ada yang tak mungkin, mereka lolos ke perdelapan final mengalahkan Portugal.
Demikian pula dengan Jerman, peraih empat kali Piala Dunia. Siapa yang bisa menyangka Jerman tidak lolos. Tak ada yang meragukannya. Tapi karena kepuasan dan merasa diri hebat, membuat mereka lupa bahwa lawan mereka sedang gigih-gigihnya berjuang. Lihatlah Jepang, bisa mengalahkan Spanyol dan Jerman itu sendiri. Tak disangka-sangka. Sampai jarang orang mau bertaruh judi memegang Jepang.
Fakta Piala Dunia yang sedang berlangsung adalah pelajaran luar biasa. Euforia yang didasari pada tepuk tangan membuat diri lupa, bahwa perjuangan masih panjang. Tidak menyerah, namun lalai. Pada kelalaian dan cepat puas hingga merasa nyaman hanya dengan tepuk tangan membuat semua bisa buyar.
Jika kita lihat sebagian besar kepemimpinan baik di pusat, daerah maupun berbagai institusi, kenyamanan itu merusak, euforia jangka pendek, hingga tepuk tangan, membuat banyak yang kalah, berkalang tanah dan pupus cita-cita.
Perlu diingat, yang bisa membunuh nyamuk itu hanya tepuk tangan, apalagi dengan cairan pembunuh nyamuk.
Mereka yang berhasil, menaklukan zaman, melintasi rintangan dan menerjang gelombang adalah orang-orang yang tidak cepat puas, tidak gampang menyerah dan apalagi hanya runtuh dengan tepuk tangan.
Memang banyak manusia yang gampang terlena dengan tepuk tangan, hanya tepuk tangan bisa membuatnya limbung. Padahal, misalnya dia seorang pemimpin, banyak harapan yang melekat padanya, ada banyak manusia yang berharap keputusan pentingnya, yang tentunya untuk kemaslahatan.
Potensi, kemampuan hingga kompetensi serta kapasitas adalah anugerah, sekaligus hidayah. Tidak semua orang memiliki itu, dan kesempatan itu tidak datang pada setiap orang. Hanya yang terberi. Tapi jika itu tidak disyukuri, maka potensi, kapasitas dan kompetensi malah akan mengarah pada kekufuran, atau kufur nikmat.
Karena itu, pelajaran tentang Piala Dunia tidak bisa dijadikan hiburan semata, ada hikmah dibalik itu, yang menjadi refleksi bagi kita sekalian.