Gorontalo, mimoza.tv – Sidang praperadilan penetapan atas tersangka kasus dugaan korupsi dana Bansos Bone Bolango, Hamim Pou, selaku pemohon dan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo selaku termoho, kembali dilanjutkan di PN Gorontalo, Senin (6/5/2024).
Dalam persidangan itu kuasa hukum Hamim memnyampaikan replik. Beberapa poin dalam replik itu menyorot soal penyidik kejaksaan yang menetapkan Hamim sebagai tersangka terhitung dari tanggal 22 Januari 2020, sampai tgl 17 April 2024 selama 1.547 hari. Menurut tim kuasa, hal tersebut melebihi batas waktu yang ditentukan oleh Peraturan Jaksa Agung yakni 80 hari.
Demikian halnya terkait kerugian negara, dimana jaksa menyatakan kerugian negara ; yang pertama, Rp. 9.484.224.000 pada ekspose di BPK RI Perwakillan Gorontalo pada 27 Okt 2015. (jaksa hitung sendiri). Yang ke dua yakni sebesar RP. 3.044.520.000 pada dakwaan jaksa atas nama Slamet Wiyardi dan Yuldiawati Kadir tahun 2016. (jaksa hitung sendiri), dan yang ke tiga sebesar Rp. 1.757.000.000,- BPKP Perwakilan Gorontalo pada 29 Mei 2023.
“Sedangkan BPK RI menyatakan tidak ada kerugian negara/daerah. Surat BPK Perwakilan Gto 29 Feb 2016. Pertanyaannya lantas berapa sebenarnya kerugian negara yg nyata dan Pasti? Publik tau sebenarnya sejak awal kerugian negara kasus Bansos ini tidak jelas, tidak pasti bahkan menurut BPK tidak ada kerugian negara. Tapi oleh BPKP sepertinya dipaksakan ada,” ucap tim.
Lanjut Tim pembela Hamim Pou, bahwa pengakuan jaksa atau termohon dengan mengabaikan batas waktu penyidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung tersebut dengan menyatakan bahwa konsekuensinya adalah penialain tidak baik dari pimpinan, jelas-jelas telah mengabaikan dan melanggar hak asasi pemohon yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Asasi Manusia yakni hak mendapat kepastian hukum.
Menurut tim, perbuatan termohon dengan mengabaikan Perturan Jaksa Agung yang mengatur limitasi atau batas waktu penyidikan jelas-jelas telah merampas hak asasi pemohon atas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 2 UU. No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kata tim, padahal dalam Pasal 268 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-039/A/JA/10/2010 jo PER-017/A/JA/07/2014 tentang Tata Kelola Administrasi Dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus.
Kata mereka, dalam Peraturan Jaksa Agung ini kliennya selaku termohon diberikan batas waktu maksimal 80 hari untuk menemukan dan menetapkan Tersangka sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan.
“Tapi faktanya termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka lebih dari 80 hari, tepatnya jika dihitung sejak keluarnya Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print[1]33/P.5/Fd.1/01/2020 tanggal 22 Januari 2020 sampai PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka tanggal 17 April 2024 adalah selama 1.547 hari,” tandas tim.
Penulis : Lukman.