Gorontalo, mimoza.tv – Sidang perkara dugaan korupsi proyek pengadaan lahan pembangunan jalan Gorontalo Outer Ring Road (GORR), dengan terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Gorontalo, Gabriel Triwibawa, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Gorontalo, dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi ahli, Kamis (23/9/2021)
Pada persidangan tersebut, DR Mudzakkir SH,M.H, selaku saksi ahli menjelaskan, untuk menetapkan pejabat BPN dalam melaksanakan tugas telah sesuai dengan peraturan BPN atau tidak, dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) pada lembaga BPN yang bersangkutan.
Mudzakkir beralasan, karena APIP pada BPN yang memiliki otoritas untuk memeriksa untuk menilai apakah pejabat BPN tersebut telah melaksanakan tugasnya telah sesuai dengan peraturan BPN mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis atau SOP kinerja pejabat BPN.
“Jika APIP pada BPN telah memeriksa atau melakukan audit investigasi, dalam hal ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dan menyimpulkan bahwa pejabat BPN telah melakukan tugas dalam jabatannya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pejabat BPN, maka pelaksanaan jabatan BPN tersebut telah sah sesuai dengan hukum,” ujarnya dalam persidangan lewat virtual tersebut.
Dengan demikian lanjut dia, perbuatan yang dilakukan gabriel tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, baik melawan hukum dalam hukum administrasi, hukum keperdataan, atau melawan hukum dalam hukum pidana.
“Artinya, perbuatan yang dilakukan pejabat BPN tersebut telah sesuai dengan peraturan BPN dan sah,” ucap Mudzakkir.
Lebih lanjut pakar hukum pidana ini menerangkan, sebaliknya jika hasil pejabat BPN tersebut tidak melaksanakan tugas telah sesuai dengan peraturan BPN mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dan SOP kinerja pejabat BPN, maka perbuatan yang dilakukan pejabat BPN tersebut telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undang BPN (mal administrasi) dan diduga telah terjadi penyalahgunaan jabatan atau melawan hukum.
“Jadi, jika simpulan yang dibuat oleh APIP pada BPN yang telah melakukan audit investigasi secara independen dan menyimpulkan bahwa pejabat BPN dalam melakukan tugasnya, jabatannya telah melakukan malpraktek administrasi, Itu melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pejabat BPN. Untuk itu pelaksanaan jabatan BPN tersebut tidak sah atau melawan hukum, atau menyalahgunakan jabatan dan hasilnya kerja pejabat BPN dinyatakan tidak sah. Hal ini juga tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk melakukan perbuatan hukum lebih lanjut,’ terang Mudzakkir.
Diterangkannya juga, apabila APIP pada BPN telah menyimpulkan terjadinya malpraktek atau telah terjadi perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang, maka dapat ditindak lanjuti oleh penyidik apakah perbuatan tersebut bisa berubah menjadi perbuatan melawan hukum pidana dan perbuatan sebagai tindak pidana korupsi atau tidak.
Saat ditanya bagaimana jika pejabat yang telah menjalankan tugasnya telah sesuai dengan SOP masih dapat dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dalam tindak pidana korupsi karena hasilnya dinilai merugikan keuangan negara, Dosen Fakultas Hukum di Universitas Islam Indonesia ini mengatakan, pejabat BPN yang telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan SOP tersebut tidak dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum, baik dalam hukum administrasi atau dalam hukum pidana.
Lanjut Mudzakkir, hal itu juga berlaku bagi penyidik dan penuntut umum yang menetapkan statusnya sebagai terdakwa tanpa meminta untuk dilakukan audit investigatif terlebih dahulu oleh APIP pada BPN, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau BPN.
Berdasarkan hasil laporan hasil audit investigasi tentang pengadaan tanah pembangunan jalan GOOR Nomor: 33/023-900.42/K/VII/2019 pada tanggal 20 Agustus 2019 yang intinya menyimpulkan bahwa tahapan pengadaan tanah tersebut sudah sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum.
“Berdasarkan fakta hukum tersebut, maka penetapan tersangka atau terdakwa kepada pejabat BPN Gorontalo harus dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Karena menurut laporan hasil audit investigatif pelaksanaan tugas dan jabatan pejabat BPN Gorontalo telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pejabat BPN, juga sesuai dengan prinsip hukum. Jika pelaksanaan jabatan pejabat BPN tersebut telah sesuai dengan hukum berarti tidak ada kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum,” tandas Mudzakkir.
Sementara itu, Suswinarno, Ak, MM yang juga dihadirkan langsung pada sidang tersebut menjelaskan, bahwa siapa pun auditornya yang melakukan audit dimana pun, itu harus berdasarkan standar audit yang juga menjadi kitab sucinya auditor yang mengatur tentang sikap independen dan obyektif, siapapun yang memberikan penugasan.
Dalam pengumpulan bukti, bukti itu harus cukup dan kompeten. Setelah itu dia harus relevan, harus punya sebab akibat dengan kesimpulan.
“terkait dengan terdakwa, kalau saya pelajari kasusnya, saya hakkul yakin kerugian negara itu tidak terjadi. Kecuali terhadap 3 idang yang dibayar dobel. Bahkan ahli administrasi dan ahli pidana bakal bisa menjelaskan siapa yang bertanggungjawab disitu. Kerugiannya itu hanya 56 juta. Tidak ada itu yang 43 miliar. Itu omong kosong,” kata Suwinarno.
Satu-satunya yang bisa mengaitkan dengan terdakwa lanjut dia, adalah validasi.
“Sementara validasinya saya hakkulyakin bukan penyebab dibayarnya dua kali . kalau data awalnya kurang lengkap, maka lengkapi saja. Apa susahnya. Tidak pernah ada syarat administrasi itu menyebabkan kerugian negara, apapun kesalahannya, berapapun banyak jenisnya. Karena dia legal formal. Sementara kerugian negara itu material, dan itu dua dunia yang berbeda,” tandasnya.
DR Duke Arie, SH MH selaku Kuasa Hukum Gabriel Triwibawa, menambahkan, adanya kekurangan dalam hal administrasi tidak bisa menjadikan seseorang dijerat pidana.
“Mengenai data awal yang dipermasalahkan oleh jaksa, tidak ada dalam aturan itu soal data awal itu lengkap atau tidak. Itu hanya asumsi jaksa saja. Kemarin Pak Roland yang mantan Kakanwil itu menolak. Saya tanyakan apa dasarnya menolak data awal itu tidak lengkap dan itu diatur dimana. Nyatanya dia tidak bisa mnjawab. Menurut jaksa ada. Saya tanyakan balik, dimana dan pasal berapa. Nyatanya tidak ada,” tegas Duke.
Pewarta: Lukman.