Gorontalo, mimoza.tv – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi mega proyek jalan lingkar luar Gorontalo kembali digelar di Pengadilan Tipikor Gorontalo, dengan agenda persidangan terdakwa Asri Banteng, Kamis (11/2/2020).
Pada sidang pembuktian itu, Winarni Monoarfa selaku mantan Sekertaris Daerah Provinsi Gorontalo, mengakui bahwa bahwa dirinya menjadi orang pertama yang menandatangani pencairan uang ganti rugi dalam pembebasan lahan GORR.
Pembayaran uang ganti rugi itu merupakan pencarian pertama pembayaran ganti rugi lahan yang ingin dibebaskan untuk pembangunan GORR, sebelum Asri Wahyuni Banteng selaku Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) yang saat kini berstatus terdakwa.
“Benar, pencarian pertama untuk ganti rugi itu saya yang menandatanganinya. Hal tersebut saya lakukan lantaran KPA dalam hal ini terdakwa tidak berada ditempat,” ucap Winarni dalam persidangan tersebut.
Dirinya menungkapkan juga, hal itu terpaksa ia lakukan dalam kapasitas sebagai Pengguna Anggaran (PA) yang mengambil wewenang KPA untuk menandatangani pembayaran ganti rugi.
Dihadapan majelis hakim juga Winarni mengungkapkan, saat dirinya mengambil alih wewenang, Asri pada saat itu sedang cuti ibadah haji selama 40 hari, dan sedang menjalani Lemhanas selama 7 bulan lamanya. Karena wewenang KPA itu dikembalikan ke PA, maka dirinyalah yang pertama menandatangani dan mencairkan uang ganti rugi tersebut.
Hal lainya yang terungkap dalam persidangan itu, data penerima ganti rugi tidak dilakukan validasi oleh Winarni.
Padahal data itu hanya dijelaskan nama-namanya saja, tidak ada dilampirkan alas hak atau bukti kepemilikan tanah.
“Yang mengajukan dokumen pembayaran ganti rugi awal yaitu pejabat pelaksanaan teknik kegiatan (PPTK),” ujarnya
Winarni menambahkan sebagai ketua tim persiapan pengadaan lahan dalam pembangunan GORR yang dibentuk Gubernur Gorontalo, dirinya melakukan pendataan awal serta melakukan konsultasi kepada masyarakat penerima ganti rugi.
Untuk melakukan validasi terhadap penerima ganti rugi kata dia, hal itu merupakan wewenang dari Badan Pertahanan Nasional (BPN) Gorontalo.
“Jadi pembayaran lahan diberikan ke penerima ganti rugi itu sesuai data dari BPN. Sebelum tanah yang dibayar, itu sudah ada persetujuan dari PPTK. Saya sering tanya ke PPTK, apakah berkasnya sudah di validasi atau belum. Katanya itu sudah. Berdasarkan hal tersebut, saya menyakini apa yang sudah dilakukan oleh BPN Gorontalo itu sudah benar. Sehingga ia tidak lagi melakukan validasi, dan langsung melakukan pencarian uang ganti rugi. Saya pernah men-disposisi berkas validasi lahan, dan itu saya tidak pernah diskusi masalah tersebut dengan kepala biro pemerintah,” pungkasnya.(luk)